KOMENTAR

KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mendorong edukasi bahaya perkawinan anak sebagai respon atas maraknya dispensasi kawin yang terjadi pada anak usia dini.

Pelaksana Tugas (PLT) Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA Rini Handayani menyatakan bahwa perkawinan anak dapat memberikan dampak negatif jangka panjang, diantaranya adalah masalah kesehatan reproduksi perempuan dan meningkatnya kekerasan rumah tangga.

“ Masih banyak yang belum menyadari bahwa perkawinan anak memicu banyak masalah seperti masalah kesehatan reproduksi perempuan, secara ekonomi belum siap karena justru perkawinan anak banyak karena faktor kesulitan ekonomi. Masalah yang menghadang lainnya adalah isu stunting, hilangnya potensi kualitas pendidikan anak dan rentan kekerasan dalam rumah tangga,” papar Rini dalam keterangan resmi dari KemenPPPA, Minggu (22/1/2023)

Isu perkawinan anak belakangan ini mencuat menjadi topik hangat di media. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat menyadari akan kebutuhan edukasi bahaya perkawinan anak terkait fenomena yang sedang berkembang saat ini.

Rini menambahkan bahwa KemenPPPA didukung organisasi pemerhati anak dan media berupaya memperkuat komitmet dan perlindungan hak bagi anak melalui pasal 7 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan usia minimum perkawinan laki-laki dan perempuan menjadi usia 19 tahun.

Rini juga menjelaskan meskipun tren permohonan dispensasi kawin menurun, tapi jumlahnya sangat besar. Hal ini menjadi pekerjaan rumah (PR) yang besar bagi KemenPPPA untuk mengejar target penurunan angka perkawinan anak di tahun 2030 sebesar 6,94 persen.

Di sisi lain Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Pengasuhan dan Lingkungan KemenPPPA Rohika Kurniadi Sari menjelaskan bahwa Sekretaris KemenPPPA bekerjasama dengan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung Republik Indonesia terkait Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Dispensasi Kawin dan Perceraian dalam rangka upaya pencegahan perkawinan pada anak.

“Kami melakukan koordinasi dengan Badilag supaya ke depan ada data terpilah pengajuan permohonan dispensasi kawin serta data perceraian berdasarkan usia dan pendidikan. Dengan data terpilah.intervensi akan lebih tepat sasaran, terutama usia kawin di bawah usia 18 tahun,” ungkap Rohika.

Ia juga menyampaikan bahwa proses dispensasi kawin di pengadilan telah diatur oleh Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Pedoman Mengadil Permohonan Dispensasi Kawin. Pemerintah juga telah mengupayakan pemenuhan sertifikasi Hakim Anak dan pelatihan Konvensi Anak bagi semua hakim yang menangani kasus dispensasi kawin di seluruh Indonesia.

KemenPPPA akan terus melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait untuk terus menekan angka perkawinan anak di Indonesia sehingga target Indonesia Layak Anak 2030 dan Indonesia Emas 2045 dapat terwujud.




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News