Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

SEBANYAK 16 anak di Inggris meninggal dunia usai diduga terinfeksi bakteri strep A. Meski Badan Keamanan Kesahatan Inggris (UKHSA) mengaku belum ada bukti yang menunjukkan bahwa strep A jenis baru sedang beredar, namun bakteri ini menjadi teror menakutkan di Inggris.

Peningkatan kasus ini kemungkinan besar disebabkan oleh tingginya jumlah bakteri yang beredar dan meningkatnya pergaulan sosial. Kini, pihak terkait bekerja sama dengan sekolah-sekolah untuk meningkatkan kesadaran orangtua mengenai tanda dan gejala infeksi Streptokokus Grup A, termasuk penyakit Streptokokus Grup A invansif (iGAS).

Mengenal infeksi strep A

Infeksi strep A disebabkan oleh bakteri streptococcus tipe A. Bakteri ini bisa menyerang semua umur (bayi hingga dewasa), yang umumnya menyebabkan infeksi di tenggorokan atau kulit.

Beberapa kondisi yang bisa terjadi adalah:

  • Demam scarlet
  • Radang tenggorokan
  • Demam rematik
  • Impetigo (infeksi kulit menular pada bayi/anak)
  • Glomerulonefritis (peradangan pada glomerulus)

Namun gejala yang ditimbulkan tergantung dengan kondisi yang terjadi.

Bakteri ini bisa hidup di kulit atau tenggorokan tanpa menyebabkan infeksi. Namun ada beberapa jenis bakteri strep A bisa menyebabkan penyakit terutama pada mereka yang berisiko, seperti menderita penyakit kronis/kondisi yang mengganggu imun, menggunakan obat kortikosteroid, maupun adanya luka di kulit.

Infeksi ini bisa menyebabkan kematian ketika menyebabkan penyakit invansif, yaitu ketika kuman menyerang bagian tubuh yang biasanya terbebas dari kuman.

Bagaimana strep A menulari manusia?

Bakteri stripe A ini bisa menular lewat kontak langsung, menghirup percikan air liur dari orang yang terkontaminasi, mengonsumsi makanan yang terkontaminasi, dan menyentuh atau menggunakan barang atau alat makan yang terkontaminasi.

Ada dua kemungkinan mengapa kasus ini bisa melonjak dan meneror warga Inggris, yaitu kurangnya anak pada paparan bakteri strep A karena terkurung akibat lockdown, sehingga banyak anak yang tidak memiliki imun terhadap bakteri tersebut.

Dan, meningkatnya jumlah bakteri yang beredar dan adanya peningkatan mobilitas sosial. Namun, masih terlalu dini untuk menyimpulkan penyebab pasti dari lonjakan tersebut.

“Setahu saya, kami belum pernah melihat puncak (kasus) seperti ini sepanjang tahun ini, setidaknya selama beberapa dekade,” kata ahli mikrobiologi Shiranee Sriskandan dari Imperial Colege London, mengutip Sky News.

Untuk mengurangi risiko penyakit ini, disarankan untuk menerapkan protokol kesehatan mendasar, seperti mencuci tangan dengan sabun. Dokter umum Rachel Ward mengatakan, mencuci tangan secara teratur sangat penting untuk mengurangi penyebaran dan meminimalkan kontak dengan mereka yang memiliki infeksi.




Kenali Ciri-Ciri Nyamuk Aedes Aegypti yang Jadi Penyebab Demam Berdarah

Sebelumnya

Cara Tepat Merawat Luka Bakar untuk Mencegah Infeksi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Health