Sejumlah aktivis wanita, Yosefin Iriani, Eva Bande, Dewi Rizki, Mama Aleta, Chandrika, Wati Imhar, pembicara dalam Kongres Perempuan Indonesia, Teater Besar Taman Ismail Marzuki, Jakarta/Farah.id
Sejumlah aktivis wanita, Yosefin Iriani, Eva Bande, Dewi Rizki, Mama Aleta, Chandrika, Wati Imhar, pembicara dalam Kongres Perempuan Indonesia, Teater Besar Taman Ismail Marzuki, Jakarta/Farah.id
KOMENTAR

KEPEDULIAN dan kegelisahan akan banyak hal yang terkait dengan kesenjangan sosial dan kesetaraan gender, membuat perempuan Indonesia kembali berdiri dan berjuang menegakkan keadilan.

Para perempuan Indonesia sadar betul, kemerdekaan akan sulit diraih jika perempuan tidak ikut serta berjuang dan nasibnya kian terpuruk.

Alasan itulah yang kemudian menjadi dasar, perempuan Indonesia berkumpul dalam Pertemuan Perempuan Indonesia 2022. Pertemuan ini diselenggarakan Rabu (7/9) di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Pertemuan perempuan ini digagas oleh Menteri Kesehatan Kabinet Indonesia Bersatu Dr dr Siti Fadilah Supari, Sp JP(K) dan pakar hukum maritim Indonesia Dr Chandra Motik, SH MSc.

“Kami di sini bersinergi untuk memberikan suatu perubahan hukum, perubahan dalam kehidupan ibu, perempuan, dan masyarakat adat, yang kini kian terpinggirkan. Ada banyak kepentingan yang akan kami bahas dalam kongres kali ini, dan semua teruntuk kesejahteraan perempuan, anak, dan keluarga,” kata Eva Susanti H Bande, salah satu pembicara Pertemuan Perempuan Indonesia 2022, kepada Farah.id, Rabu (7/9).

Ada 4 bidang khusus yang dibicarakan dalam kongres perempuan kali ini, yaitu Layanan Dasar (yang mencakup pendidikan, kesehatan, dan ekonomi), Lingkungan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam (termasuk masyarakat adat dan kelompok marginal), HAM dan buruh, serta Agraria.

Layanan Dasar (Pendidikan, Kesehatan, dan Ekonomi)

Ada beberapa isu yang dibawa pada Komisi Layanan Dasar ini, yaitu mengembalikan sistem pendidikan nasional berdasarkan UUD 1945, mengembalikan mata pelajaran pendidikan moral pancasila di setiap jenjang pendidikan.

Kemudian, menghapus sistem pendidikan neoliberalisme, meminta kepada pemerintah agar Layanan kesehatan, pendidikan dan perekonomian dipermudah. Dan, mengembalikan pelajaran daerah dalam muatan lokal.

Lingkungan hidup SDA (Masyarakat Adat, dan Kelompok Marginal)

Komisi Lingkungan Hidup dan SDA menuntut kembali pada Pasal 33 UUD 1945 yaitu melindungi sumber daya alam dan masyarakat adat. Keinginan untuk otonomi daerah yang seluas-luasnya.

Juga membatasi keterlibatan aparat TNI serta Polisi dan mengembalikan mereka kepada SOP masing-masing. Mengesahkan UU Masyarakat Adat, pembangunan yang tidak menggunakan tanah adat, memperhatikan kepunahan flora dan fauna akibat pembangunan di mana-mana.

Agraria

Komisi Agraria menginginkan pengelolaan tanah terlantar di kota, kemudian diidentifikasi untuk digunakan bagi kepentingan kesejahteraan masyarakat sekitar, dan menyelesaikan konflik agraria.

Buruh dan HAM

Mengembalikan upah buruh wanita yang murah, harus disesuaikan dengan UMR, akses biaya kesehatan yang murah, akses pendidikan murah, hukum seadil-adilnya, dan para tahanan perempuan harus mendapat jaminan kesehatan.




Universitas Mercu Buana Sumbang Dua Sumur Resapan di Masjid At Tabayyun

Sebelumnya

Didukung Jago Syariah, Halal Fair 2024 Siap Melejitkan Pasar Produk Halal Yogyakarta

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel C&E