KOMENTAR

Namun, harapan tidak sesuai dengan kenyataan, tidak ada yang lancar-lancar saja, karena tabiat masyarakat jahiliah yang gemar bertikai pun mencuat, nyaris pula berujung pertumpahan darah.

Pangkal masalahnya adalah perkara mengembalikan batu suci Hajar Aswad ke posisi semula. Setiap suku atau klan Arab merasa paling berhak menaruhnya kembali, bahkan menyebutnya sebagai pertaruhan kehormatan. Akibatnya, tidak ada yang mengalah dan mereka siap pula bertumpah darah.

Bahkan ada suku yang mengadakan ritual sumpah dalam bejana darah hanya untuk mendapatkan kehormatan dari pengembalian Hajar Aswad.

Faisal Ismail dalam buku Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XII M) (2017: 111-112) menerangkan, keluarga Abdud Dar membawa sebuah baki berisi darah. Tangan mereka dimasukkan ke baki yang berisi darah itu guna memperkuat sumpah mereka. Mereka namakan peristiwa ini “Laaqat-Dam” (jilatan darah).

Abu Umayyah bin Mughirah al-Makhzumi berupaya meredakan konflik itu, mengusulkan yang dapat diterima mengembalikan Hajar Aswad ke tempat asalnya ialah orang yang pertama-tama memasuki Masjidil Haram dengan melalui Babus Shafa.

Keesokan harinya, para pembesar Quraisy menyaksikan orang yang pertama kali memasuki Masjidil Haram lewat Babus Shafa adalah Nabi Muhammad. Dengan penuh rasa gembira dan antusias mereka berkata, “Inilah Al-Amin yang dapat kami angkat sebagai hakim.”  

Nabi Muhammad menghamparkan sehelai kain, kemudian Hajar Aswad diletakkan di tengah-tengahnya.

Kemudian para klan-klan Quraisy diminta memegang dan mengangkat bersama-sama tepi kain itu ke tempat asal Hajar Aswad. Setelah sampai di tempatnya, Nabi Muhammad sendiri yang mengambil Hajar Aswad itu dan meletakkannya kembali ke tempat semula.

Tukang bangunan dapat ditemukan, pekerja renovasi banyak yang mau, tetapi yang mampu meredakan pertikaian sengit hanyalah sang Al-Amin yang mampu melakukannya dengan ciamik. Di tengah masyarakat yang bertensi tinggi, beliau adalah penyejuk yang meredakan ketegangan menjadi kedamaian.

Betapa sederhana solusi yang diberikan oleh Nabi Muhammad, tetapi mampu menyelesaikan pertikaian bahkan menghindarkan terjadinya pertumpahan darah. Sejak itu pula pamor beliau semakin menjulang bagai mercusuar bagai kaumnya. Pagi itu, kemenangan besar ditorehkan secara gemilang oleh Nabi Muhammad.
 




Belum Ada Perang Seunik Perang Ahzab

Sebelumnya

Mukjizat Nabi pada Periuk Istri Jabir

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Sirah Nabawiyah