PBB
PBB
KOMENTAR

PERSERIKATAN Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa ujaran kebencian dapat merusak solidaritas dan pemahaman dalam masyarakat. 

Meskipun diakui ujaran kebencian sudah menjadi masalah sejak lama, namun isu ini kian meresahkan seiring perkembangan berbagai platform media sosial.

Koordinator Residen PBB untuk Indonesia Valerie Julliand menyatakan seharusnya berbagai perangkat digital bisa dimanfaatkan untuk penyebaran ilmu pengetahuan dan proses edukasi yang bertujuan positif. 

"Namun kenyataannya, tidak sedikit orang tidak bertanggung jawab yang menggunakan media sosial untuk menyebarkan rasisme, kekerasan terhadap perempuan, dan sejumlah bentuk diskriminasi lain," ungkap Valerie dalam diskusi Social Media 4 Peace in Indonesia Addressing Gaps in Regulating Harmful Content Online di Jakarta baru-baru ini.

Untuk itulah PBB, yang menjadikan tanggal 18 Juni sebagai Hari Anti Ujaran Kebencian Dunia,  berkomitmen untuk menangkal ancaman perpecahan yang muncul dari ujaran kebencian yang makin merajalela, baik di lingkungan offline di dunia maya (online).

UNESCO sebagai salah satu badan PBB telah memulai inisiatif Social Media for Peace untuk diimplementasikan di tiga negara, termasuk di Indonesia.

Tujuan kampanye ini adalah memperkuat ketahanan masyarakat terhadap konten berbahaya yang mengandung ujaran kebencian dan disinformasi.

Inisiatif tersebut dijalankan dalam bentuk moderasi konten yang dilakukan oleh anggota masyarakat untuk mempromosikan penggunaan media sosial yang bijak dan positif untuk kemaslahatan bersama.

Masyarakat diharapkan dapat melakukan perubahan agar penggunaan media sosial tidak perlu mengorbankan kebebasan berekspresi.

Resolusi No. 75/309 tahun 2021 tentang mempromosikan dialog dan toleransi antaragama dan antarbudaya dalam melawan ujaran kebencian menjadi tonggak penting lahirnya Hari Anti Ujaran Kebencian Internasional.

Sebagai pernyataan perang melawan ujaran kebencian, PBB membagikan enam langkah penting.

Langkah pertama: Berhenti sejenak guna meluangkan waktu sebelum membagikan konten secara daring dengan bertanggung jawab.

Langkah kedua: Cek fakta dengan memverifikasi konten yang ditemui, menelusuri sumber berita atau konten yang kita baca atau akan dibagikan ke orang lain.

Langkah ketiga: Mendidik, dengan membantu meningkatkan kesadaran orang terdekat tentang masalah ujaran kebencian yang dilakukan secara daring maupun luring, serta mengimbau perilaku bertanggung jawab dan berbagi narasi positif.

Langkah keempat: Mengkritisi, yaitu menanggapi konten kebencian dengan pesan positif yang menyebarkan toleransi, kesetaraan, dan kebenaran untuk membela mereka yang menjadi sasaran kebencian.

Langkah kelima: Mendukung, yaitu memperluas solidaritas terhadap orang-orang yang menjadi sasaran ujaran kebencian dan menunjukkan bahwa menolak kebencian adalah tanggung jawab setiap orang.

Langkah keenam: Melapor, dengan membaca pedoman dan tips platform media sosial yang bertujuan untuk melindungi pengguna dari pelecehan dan ujaran kebencian termasuk pemanfaatan fitur lapor di setiap platform media sosial.

PBB melihat bahwa ujaran kebencian telah menjadi satu metode yang paling sering dipakai untuk menyebarkan retorika dan ideologi yang memecah belah masyarakat dalam skala global dan mengancam perdamaian.

Dampak dari ujaran kebencian menjadi lintas bidang yang menjadi fokus PBB, mulai dari perlindungan HAM dan pencegahan kejahatan kekejaman, hingga mempertahankan perdamaian, mencapai kesetaraan gender, serta aktivitas kepemudaan.

"Kebencian adalah sebuah bahaya bagi semua orang, dan karena itulah memeranginya menjadi pekerjaan semua orang," ujar Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.




Potensi Tsunami Masih Ada, Warga Diminta Waspadai Erupsi Gunung Ruang

Sebelumnya

Fasilitas Kesehatan Hancur, Sebanyak 562 Warga Palestina Menderita Hemofilia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News