KOMENTAR

BAGI sebagian pihak, kisah berikut ini barangkali akan terasa kurang nyaman. Ya, setiap orang berhak punya pendapat, terlebih perkara perasaan, kan sulit membuat standarisasinya.

Terlepas dari perkara nyaman atau tidak nyaman, nyatanya kisah ini juga mengandung inspirasi. Terlebih untaian ceritanya mengalir dari bibir suci Rasulullah.

Abdul Halim Abu Syuqqah dalam buku Kebebasan Wanita (1997: 217-218) menyebutkan:
Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Ketika melihat ada seekor anjing yang sedang berputar-putar mengelilingi sebuah sumur dan hampir mati karena kehausan, seorang wanita pelacur dari Bani Israil melepaskan khufnya (sepatunya) untuk diisi air, lalu dia memberi minum anjing tersebut. Lalu Allah mengampuninya karena perbuatan itu.” (HR. Buhari dan Muslim)

Memang tidak akan mudah membuat hati tergugah mendengar kisah hidup pelacur, bukankah dia telah bermaksiat dengan cara yang menjijikkan. Sekali lagi, terlepas dari rasa tidak nyaman, kita hendaknya mencerna rahasia di balik kesediaan Rasulullah menceritakannya. Mengingat beliau adalah insan yang tidak akan bicara yang sia-sia. Semua ucapan yang disampaikannya adalah mutiara kearifan.

Dan ketertarikan kita terhadap kisah ini hendaknya kian membuncah, tatkala Tuhan malah mengampuni seorang pelacur. Terlebih lagi penyebab ampunan itu, di antaranya ialah pemberian minum kepada anjing, binatang yang jelas-jelas tergolong najis.

Kok bisa?

Apabila ada yang terheran-heran, maka penjelasan Abdul Halim Abu Syuqqah cukup membantu dalam memahami kisah yang menantang nyali ini. Ulama tersebut menyebut perempuan itu ialah: orang yang melacur karena tergoda setan hingga lalai, namun rahmat masih tersisa sehingga Allah mengampuninya.

Perempuan itu sudah menjadi mantan pelacur, telah melakukan taubat yang sebenarnya. Dan demi menjadi sebaik-baiknya orang yang bertaubat, dia pun melakukan amalan baik. Tidak ada yang dapat menyepelekan pemberian minum kepada anjing, karena kemudian perempuan itu malah mendapatkan ampunan Ilahi.

Sekalipun Tuhan telah membentangkan jalan cinta, sesungguhnya pendosa tidaklah menjalani kehidupan yang mudah. Taubatnya kepada Tuhan belum tentu membuat dirinya diterima dengan tangan terbuka oleh hamba-hamba-Nya.

Terkadang ada juga manusia yang melebihi kewenangan Tuhan, yang di antaranya dengan memberikan hukuman ekstra. Entah itu berupa penolakan atau pun celaan, yang pada muaranya sama-sama menjadi pukulan telak bagi pendosa.

Padahal untuk bertaubat, pendosa itu telah berkelahi dengan dirinya sendiri, dalam perjuangan kerasnya menangkis berbagai godaan untuk kembali terjerumus ke lembah nista. Dirinya telah berjuang sehebat-hebatnya hanya demi jalan cinta Tuhannya.

Sekarang, apa alasan kita meremehkan pendosa yang telah bertaubat dan beramal baik?

Tidak seorang pun manusia yang tak berdosa. Sudah takdirnya manusia berkelindan dengan dosa demi dosa. Dan syukurnya kita memiliki Tuhan yang Maha Pengampun. Andai kita tidak bertuhankan Allah Swt., entah bagaimana cara kita memikul timbunan dosa itu.

Allah Swt. menjanjikan ampunan bagi pendosa, sekali pun kita tahu dosa-dosa itu telah “menyakiti” Tuhan.

Hanya Allah Swt. yang menjanjikan dalam surat Al-A’raf ayat 156, yang artinya,  “...dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku bagi orang-orang yang bertakwa.”

Bagaimana kalau manusia tersakiti? Kita akan marah, murka atau bahkan melakukan pembalasan berkepanjangan. Siapalah diri kita? Sementara Allah memberikan ampunan yang teramat luas.

Akan menarik jadinya jika kita menelisik dimensi psikologis para pendosa. Sekalipun telah bertaubat, telah berupaya kembali ke jalan kebenaran, tetapi beban masa lalu terus menghantui mereka. Lebih dari itu, sulitnya penerimaan lingkungan sosial memperparah kondisi mentalnya. Tuhan Maha Pengampun, tetapi banyak manusia malah mencela.

Kenapa?

Tidak ada pendosa yang benar-benar buruk, kecuali yang tidak bertaubat dan beramal saleh. Dan janganlah kita menjadi insan yang buruk karena tidak memberi kesempatan orang berdosa kembali kepada Tuhannya. Kebrutalan sesama manusia tercermin pada mereka yang merendahkan insan yang diberi ampunan oleh Ilahi.
    
 




Hubbu Syahwat

Sebelumnya

Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur