KOMENTAR

Kejadiannya mirip begini, kita punya rumah yang bagus, kebetulan satu buah gentengnya bocor. Anehnya, ingatan kita malah fokus kepada satu genteng yang rusak itu, kemudian kita malah menyimpulkan rumah keseluruhannya buruk. Jadi, pada kasus begini bisa disebut juga dengan salah fokus.

Memang sih setiap insan pernah mengalami kejadian buruk, tetapi coba pikir-pikir lagi mana yang lebih banyak dan lebih lama antara kejadian baik dengan yang buruk? Jujur ya!

Apabila kita fokus pada kenangan-kenangan manis yang sebetulnya banyak, niscaya kita akan bahagia. Akan tetapi setan tidak senang dengan kebahagiaan manusia. Dari itulah setan beraksi dengan gencar menayangkan kejadian-kejadian buruk itu hingga kita pun dibuatnya menderita. Nah, di sini kita paham kalau bahagia itu pilihan ya!

Konon kabarnya, sebuah tulisan akan berkesan jika mengandung cerita. Semoga kisah Rasulullah berikut ini mampu menyegarkan hati kita:

Ketika masih di gua persembunyian dalam rangka berhijrah menuju Madinah, Nabi Muhammad mengeluarkan ungkapan cintanya terhadap kota Mekah. Tetapi bukan salah beliau pergi berhijrah meninggalkan kampung halamannya, melainkan sikap permusuhan serta penyiksaan yang dilakukan orang-orang kafir itulah yang menjadi penyebabnya.

Imaduddin Abi Al-Fida Ismail ibnu Katsir Al-Qurasy Al-Dimasyiqy atau Ibnu Katsir menyebutkan pada Tafsir Al-Qur’an Al-Adzhim bahwa Nabi Muhammad saw. saat keluar dari Mekah menuju ke gua tempat persembunyiannya. Setelah sampai di gua itu, beliau memandang ke arah Mekah, lalu berkata, “Sesungguhnya engkau adalah negeri Allah yang paling disukai oleh-Nya, dan engkau adalah negeri Allah yang paling aku sukai. Seandainya orang-orang musyrik itu tidak mengusirku, maka aku tak akan pergi meninggalkan dirimu.”

Sedunia ini tahu betapa buruknya perlakuan musyrikin Quraisy terhadap Rasulullah, berbagai kekejian dan kejahat ditimpakan kepada beliau. Akan tetapi Nabi Muhammad tidak larut dalam kenangan buruk, bahkan dengan kebesaran hatinya beliau malah menyampaikan ungkapan cinta.

Memang tidak segampang menuliskannya, karena untuk melepaskan diri dari kenangan buruk itu butuh perjuangan teramat berat. Namun hidup adalah pilihan, apakah kita akan memilih untuk menikmati hidup yang satu kali ini, atau memilih tenggelam di lautan luka. Sekali lagi, hidup adalah pilihan!
    

 




Hubbu Syahwat

Sebelumnya

Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur