Serangan Israel ke Jalur Gaza menyisakan luka mendalam pada anak-anak, terutama luka psikologis/Net
Serangan Israel ke Jalur Gaza menyisakan luka mendalam pada anak-anak, terutama luka psikologis/Net
KOMENTAR

“Anak-anak sangat terpengaruh oleh kesehatan mental orang tua mereka, jadi saya dan suami berusaha keras untuk menyembunyikan trauma kami di depan mereka,”  kata Jarjour yang juga merupakan pekerja sosial. 

Dia merupakan ibu dari tiga orang anak yang masih kecil, berusia enam tahun, lima tahun dan lima bulan. 

“Saya mencoba mengaplikasikan apa yang saya pelajari sebagai pekerja sosial dengan membuat mereka sibuk dengan kegiatan seperti menggambar dan melukis, namun tidak berhasil," terangnya.

Salah satu serangan Israel yang paling. menyakiti hatinya adalah ketika menara Al-Jawhara tempat ayahnya tinggal menjadi sasaran serangan Israel pada 11 Mei. 

“Saya menangis ketika memikirkan tentang keluarga saya dan ke mana mereka akan pergi,” kenangnya. 

“Saya bahkan tidak dapat menghubungi mereka karena semua kekacauan pada saat itu. Tapi yang memaksa saya untuk berhenti adalah melihat anak-anak saya melihat saya menangis. Saya merasa saya harus kuat untuk mereka, ”kata Jarjour.

Sejak saat itu, Jarjour dan suaminya memutuskan untuk tidur di kamar yang sama dengan anak-anak mereka selama serangan berlangsung untuk mencoba menghibur dan meyakinkan mereka.

“Saya tidak pernah meninggalkan mereka sendirian. Tetapi saya tahu dengan melihat ke mata mereka bahwa mereka takut. Anak-anak tahu semua yang terjadi di sekitar mereka,” katanya.

Dia menyebut bahwa banyak ibu di Gaza mengeluh bahwa gejala trauma juga mulai muncul pada anak-anak mereka. 

“Teman-teman saya memberi tahu saya bahwa anak-anak mereka kehilangan nafsu makan, sementara yang lain mengalami masalah termasuk gangguan bicara dan mengompol,” jelasnya.

“Semua orang kehilangan kekuatan mereka dalam perang ini, termasuk para orang tua. Anak-anak adalah mata rantai yang paling lemah. Itu kejam,” kata Jarjour. 

Trauma Bukan Hal Baru Di Gaza

Seorang psikoterapis di Pusat Trauma Palestina Inggris Ghada Redwan menuturkan bahwa sejumlah keluarga di Gaza menghubungi pusat tersebut selama serangan terbaru Israel untuk meminta dukungan kesehatan mental untuk anak-anak mereka.

Redwan dan timnya menawarkan pelatihan berbasis fokus yang banyak digunakan oleh para ahli kesehatan mental untuk menyembuhkan trauma dan gangguan stres pascatrauma. 

Dia juga memberi keluarga dan anak-anak teknik untuk membantu mereka mengubah cara mereka menghidupkan kembali trauma yang sedang berlangsung.

“Ada sejumlah kasus yang menyebabkan kepanikan dan ketakutan yang hebat. Ada juga anak-anak yang gejala psikologisnya muncul dengan emosi dan muntah yang kuat,” kata Redwan kepada Al Jazeera

Dala situasi seperti ini, dia menyarankan agar para ibu mencoba untuk tetap tenang di depan anak-anak mereka, terutama selama pemboman. Dia mengakui bahwa saran tersebut memang tampak mudah diucapkan, namun sulit diaplikasikan. Meski begitu, itu adalah cara terbaik yang bisa dilakukan. 

Redwan mengatakan bahwa menghadapi trauma setelah serangan Israel bukanlah hal baru di Gaza. Sayangnya, kapasitas untuk membantu terbatas sementara kebutuhan akan perawatan sangat besar.




Bintang Puspayoga: Angka Perkawinan Anak Menurun dalam Tiga Tahun Terakhir

Sebelumnya

Lebih dari 200 Rumah Rusak, Pemerintah Kabupaten Garut Tetapkan Status Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi Selama 14 Hari

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News