Webinar “Defending Gaza, Protecting Palestine” (15/8). (Ist)
Webinar “Defending Gaza, Protecting Palestine” (15/8). (Ist)
KOMENTAR

DUNIA kembali diingatkan untuk menolak segala bentuk upaya Israel memperluas wilayahnya dengan alasan sejarah yang dipelintir. Rencana pencaplokan Gaza dan pengusiran jutaan warganya dinilai sebagai bagian dari penjajahan yang disertai tindakan genosida. Seruan ini mengemuka dalam webinar internasional “Defending Gaza, Protecting Palestine” yang digelar 15 Agustus 2025 secara daring.

Webinar tersebut menghadirkan tokoh-tokoh penting: Dr. Daud Abdullah dari Middle East Monitor (Inggris), Dr. Muslim Imran, Executive Director Asia and Middle East Center for Research and Dialogue (AMEC) (Kuala Lumpur, Malaysia), Dr (Cand) Ali Noer Zaman, dosen Prodi Ilmu Politik FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta, Annisa Theresia M.Si, mahasiswa Magister Ilmu Politik FISIP UMJ, dengan Ella S. Prihatini Ph.D sebagai moderator. MC acara adalah Andrea dari AMEC Jakarta.

Dr. Muslim Imran menegaskan bahwa narasi “Israel Raya” hanyalah klaim tanpa dasar sejarah. Suku-suku Israel kuno hidup berdampingan dengan komunitas lain di Palestina, sehingga tidak ada legitimasi untuk ekspansi wilayah atas nama warisan sejarah. Ia menilai, apa yang kini terjadi di Gaza adalah genosida terang-terangan yang telah berlangsung selama puluhan tahun, bahkan semakin brutal dalam dua tahun terakhir.

Dr. Muslim juga mendorong Indonesia mengambil langkah tegas, bukan hanya sekadar mengeluarkan pernyataan dukungan, tetapi juga menolak relokasi warga Palestina dari Gaza.

Annisa Theresia menampilkan bukti foto dan video tentang pembunuhan para pencari bantuan kemanusiaan, kelaparan yang disengaja, hingga kekerasan tidak manusiawi yang dilakukan terhadap warga Gaza. Menurutnya, pembicaraan pembebasan Palestina tidak boleh hanya fokus pada Gaza dan Tepi Barat, tetapi pada keseluruhan tanah Palestina yang diberkahi, termasuk keberadaan Masjid Al Aqsha yang disebut dalam Surat Al Israa.

Annisa menegaskan, “Ini bukan perang, tapi genosida.” Konflik ini, katanya, sudah berakar sejak ide zionisme abad ke-18, jauh sebelum 7 Oktober 2023.

Dari Inggris, Dr. Daud Abdullah menyoroti status Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebagai penjahat genosida internasional yang ironisnya bebas bepergian, termasuk ke Amerika Serikat. Ia menegaskan bahwa Gaza telah menjadi simbol perjuangan Palestina sejak berdirinya Israel tahun 1948, meski kini kondisinya kian memburuk.

Sementara itu, Dr .(Cand) Ali Noer Zaman mengingatkan bahwa mendukung Palestina adalah bagian dari amanat Konferensi Asia Afrika 1955 dan konstitusi Indonesia yang menolak penjajahan. Ia menambahkan, Presiden Prabowo Subianto menegaskan Indonesia hanya akan mengakui Israel jika Palestina telah meraih kemerdekaan penuh.

Dalam sambutan pembukaan, Dekan FISIP UMJ Prof. Dr. Evi Satispi menekankan bahwa tragedi Gaza adalah krisis kemanusiaan sekaligus ujian bagi nilai moral dan sistem internasional. Seminar ini diharapkan menjadi inspirasi untuk mencari solusi konkret demi perdamaian dan keadilan di Palestina. Dan solusi itu bisa dijalankan sesegera mungkin.

 




Dorong Pariwisata Asia Tenggara, MOVE Luncurkan Microsite ‘Discover Asean’

Sebelumnya

Peringatan 123 Tahun Bung Hatta: Menyalakan Kembali Esensi Integritas dan Pengabdian Tanpa Pamrih

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel C&E