Ilustrasi game online. (Freepik)
Ilustrasi game online. (Freepik)
KOMENTAR

DARI luar, Roblox tampak seperti dunia bermain kreatif dengan karakter lucu dan warna cerah. Namun, di balik layar, game ini menyimpan sisi gelap yang membuat Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI Abdul Mu'ti melarangnya untuk anak-anak Indonesia. Keputusan ini lahir setelah evaluasi mendalam yang menemukan konten tidak sesuai usia, interaksi berisiko dengan orang dewasa, hingga potensi paparan kekerasan.

Abdul Mu’ti menegaskan, anak-anak usia sekolah dasar masih kesulitan membedakan realitas dan rekayasa. “Kalau di game dibanting itu dianggap biasa, lalu dia meniru pada temannya (di kehidupan nyata-red), itu bisa jadi masalah,” ujarnya.

Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bahkan menyebut pemerintah berhak memblokir game yang terbukti melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak di ranah digital. Ancaman bukan hanya soal kekerasan, tapi juga risiko judi online, eksploitasi, hingga cyberbullying.

Meski tak sedikit yang mengakui game online kadang punya sisi positif seperti mengasah imajinasi, kita tentu sepakat bahwa seleksi ketat dan pengawasan orang tua adalah kunci. Di lapangan, KPAI menemukan kasus nyata: seorang siswi SMP di Semarang gagal naik kelas karena kecanduan game online, bergadang tiap malam, hingga absen sekolah berulang kali.

Para ahli menegaskan, membatasi akses game bakal berisiko tapi bukan berarti membunuh kreativitas anak. Justru, ini adalah langkah melindungi masa depan mereka dari jebakan digital yang sulit diantisipasi. Orang tua diajak aktif mengawasi penggunaan gadget, mengatur jadwal bermain, mengaktifkan fitur kontrol, serta membekali anak dengan literasi digital.

Mendikdasmen Abdul Mu’ti menutup pernyataannya dengan pesan jelas: “Tolong berikan anak-anak kita layanan yang mendidik, bukan yang merusak mental dan intelektual mereka.”

Sebab di era serba daring ini, pengawasan bukan lagi pilihan—melainkan kebutuhan mendesak. Dan pengawasan yang bijak namun tegas itu utamanya ada di tangan orang tua.




Keluarga Tangguh di Era Digital: Kunci Indonesia Emas 2045 Ada di Tangan Perempuan

Sebelumnya

Budae Jjigae, “Rebusan Tentara” yang Menghangatkan Jiwa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Horizon