SATU legenda, satu bintang generasi baru—dan satu lagu yang melewati batas waktu. Iwan Fals dan Isyana Sarasvati bertemu dalam proyek luar biasa: membawakan kembali “Bunga Terakhir” sebagai soundtrack film animasi Panji Tengkorak. Prosesnya? Intens dan penuh rasa.
Mereka melewati sekitar 30 kali percobaan rekaman, berlatih seharian penuh sebelum masuk studio, lalu menghadapi kendala teknis seperti gangguan monitor. Tapi di balik tantangan itu, ada energi besar yang membuat keduanya terus maju.
Perpaduan gaya mereka bagaikan dua warna yang berbeda namun saling melengkapi. Isyana, dengan latar pendidikan musik yang solid, menonjol dalam ketelitian teknik vokal dan vocal blending. Iwan, sang maestro penjiwaan, membawa kejujuran rasa yang langsung menyentuh hati. Hasilnya? Harmoni lintas generasi yang terasa segar namun dalam, klasik tapi relevan.
Aransemen ulang dipercayakan pada Lafa Pratomo, produser handal yang berhasil mengemas Bunga Terakhir menjadi lebih modern tanpa kehilangan ruhnya. Lirik karya Bebi Romeo tetap jadi inti—menceritakan kehilangan, kerinduan, dan rasa sakit yang selaras dengan perjalanan emosional Panji, sang pendekar yang kehilangan cinta sejatinya.
Bagi Iwan, lagu ini punya jejak pribadi. Di masa lalu, ketika lagu ini populer, ia tengah mengalami kehilangan besar dalam hidupnya. Kenangan itu kembali hidup saat membawakan lagu ini. Isyana, yang tumbuh dengan mendengar suara Iwan, merasa seperti diberi kehormatan untuk memberi nyawa baru pada karya legendaris tersebut.
Kolaborasi ini bukan sekadar duet; ini adalah pertemuan dua jiwa musik dari dua era berbeda, saling memberi dan menerima. Iwan menemukan napas baru lewat sentuhan modern Isyana, sementara Isyana meresapi kedalaman rasa yang dibawa Iwan. Dan di tengah keduanya, Bunga Terakhir kini bukan hanya lagu—tapi menjadi jembatan emosi yang menghubungkan generasi, layar lebar, dan hati para pendengar.
KOMENTAR ANDA