Ilustrasi parfum LV. (LifeStyleAsia)
Ilustrasi parfum LV. (LifeStyleAsia)
KOMENTAR

PERNYATAAN Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka baru-baru ini menggelitik rasa ingin tahu publik. Dalam sebuah unggahan video, Gibran menyebut bahwa parfum-parfum mewah seperti Louis Vuitton dan Gucci menggunakan kemenyan sebagai salah satu bahan dasarnya. Ia menyesalkan karena Indonesia, sebagai penghasil kemenyan berkualitas, masih sekadar mengekspor bahan mentah.

"Ibu-ibu yang pakai parfum LV, Gucci, dan lain-lain, itu dari kemenyan. Kita jualnya mentah terus. Makanya kita dorong anak-anak muda untuk riset, kita sediakan tempat yang baik untuk riset, alat-alat terkini, hilirisasi," kata Gibran di YouTube Wakil Presiden RI beberapa waktu lalu.

Apa sebenarnya kemenyan? Kemenyan adalah resin alami dari pohon Styrax benzoin, banyak ditemukan di dataran tinggi Sumatra.

Resin ini memiliki aroma hangat, manis, dan lembut seperti vanila—karakteristik yang sangat cocok digunakan sebagai base note dalam parfum. Dalam dunia wewangian, senyawa benzoin (turunan kemenyan) sering dimanfaatkan sebagai fixative, untuk membuat aroma tahan lama.

Gucci dan Louis Vuitton, dua nama besar dalam industri parfum, memang menggunakan komponen seperti benzoin, amber, dan oud (gaharu)—semuanya resin alami yang sebagian besar berasal dari Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Produk seperti Gucci Guilty Elixir maupun Louis Vuitton Les Sables Roses menampilkan aroma berbasis resin dan oriental yang khas.

Sayangnya, tak banyak produk parfum lokal yang mengangkat potensi kemenyan sebagai bahan utama. Inilah celah yang bisa dimanfaatkan pelaku industri ekonomi kreatif, khususnya di bidang parfum artisan dan kosmetik alami.

Dengan tren sustainability dan keinginan konsumen global terhadap bahan-bahan autentik dan alami, Indonesia sebenarnya memiliki peluang besar untuk naik kelas. Kemenyan bisa jadi "emas cair" jika diproses dan dikembangkan menjadi produk bernilai tambah—dari parfum lokal, essential oil, hingga aromaterapi.

Ajakan Gibran bukan sekadar pernyataan spontan, tapi sinyal kuat bahwa ekonomi kreatif berbasis kekayaan hayati perlu didorong. Bukan tidak mungkin, suatu hari parfum buatan anak bangsa bisa bersaing di butik-butik elite dunia.




Menanti Evaluasi MPLS Ramah 2025: Transformasi Pendidikan Tanpa Atribut Aneh, Pungutan Biaya, atau Praktik Diskriminatif

Sebelumnya

Dari Daegu ke Lidahmu! Jjimdak Rasa Autentik Korea

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Horizon