PULAU Tidung, sebuah destinasi wisata di Kepulauan Seribu yang biasanya menyuguhkan pemandangan laut biru dan pasir putih, kini menghadapi kenyataan pahit. Sejak 19 Mei, pantainya berubah menjadi ladang sampah, didorong angin dan arus laut dari daratan Jakarta.
Setiap musim angin tertentu, fenomena ini kerap berulang. Bagi warga Pulau Tidung, terutama para petugas kebersihan dan pemerintahan setempat, datangnya sampah kiriman bukan lagi hal mengejutkan, melainkan siklus musiman yang harus siap dihadapi.
"Fenomena sampah kiriman ini memang ada musimnya," ujar Ari Prianto, Plt Sekretaris Kelurahan Pulau Tidung, sambil menatap perairan yang tak lagi jernih. Ia mengakui wilayahnya sering menjadi titik akumulasi sampah laut. Namun, ia tetap mengapresiasi para petugas yang sigap bergerak setiap kali gelombang sampah datang.
Dikutip dari ANTARA, Azwar Hamid, Koordinator Lapangan Suku Dinas Lingkungan Hidup Pulau Tidung, menyebutkan tiga titik terdampak parah: pantai di sekitar Gedung Pembenihan, Kantor Kelurahan, dan kawasan wisata Jembatan Asmara dekat RPTRA Tidung Ceria.
Delapan personel pasukan oranye diterjunkan, menyisir tepian pantai yang dipenuhi beragam limbah—dari batang kayu, plastik, kaleng, hingga kasur bekas. Sebanyak 250 ton sampah telah mereka angkut. Namun masih banyak yang mengambang di tengah laut, menunggu waktu untuk dibersihkan saat mendekat ke daratan.
"Sampah ini kami pilah dan keringkan sebelum dibawa ke daratan," jelas Azwar. Ia pun mengimbau masyarakat untuk menjaga lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan.
Di tengah keindahan yang tercemar, Pulau Tidung terus berjuang, membuktikan bahwa menjaga laut bukan hanya tugas satu pihak, tapi tanggung jawab bersama.
KOMENTAR ANDA