Ilustrasi kehidupan padang pasir/Freepik
Ilustrasi kehidupan padang pasir/Freepik
KOMENTAR

DENGAN disepakatinya Piagam Madinah, maka Bani Nadhir berkewajiban menjaga keamanan Madinah dan menaati Rasulullah sebagai pemimpin. Tetapi segala kebaikan yang dicurahkan oleh Nabi Muhammad, malah dibalas dengan pengkhianatan yang keji.

Ketika Rasulullah datang ke pemukiman Bani Nadhir, orang-orang Yahudi menyambut dengan senyuman suka cita. “Duduklah di sini, biar kami menyiapkan keperluanmu,” ucap mereka dengan teramat ramah.

Nabi Muhammad memilih duduk di pinggir tembok salah satu rumah. Lalu pikiran jahat merebak di kalangan Bani Nadhir, yang melihatnya sebagai kesempatan melenyapkan Rasulullah untuk selamanya. Sebelum petaka menimpa beliau, Malaikat Jibril terlebih dulu menyampaikan kabar muslihat keji itu.

Ibnu Hisyam dalam bukunya Sirah Nabawiyah (2019: 313) menceritakan:

Rasulullah pergi ke tempat Bani Nadhir untuk minta bantuan mereka dalam membayar diyat dua orang Bani Amir yang telah membunuh Amru bin Umayyah adh-Dhamri.

Saat orang-orang Yahudi itu sedang duduk bersama, sebagian dari mereka berkata, “Kalian tidak akan punya kesempatan lain ketika Muhammad bisa sedekat sekarang. Siapa yang bersedia naik ke atas rumah ini dan menghantamnya dengan batu? Dengan begitu, kita tidak terganggu lagi olehnya.”

Amru bin Jahasy bin Ka’ab berkata, “Aku orangnya!”

Ternyata berita tersebut sampai kepada Rasulullah. Beliau segera meninggalkan mereka.

Sebagaimana biasanya kelicikan khas Yahudi, Bani Nadhir pun menuduh rencana pembunuhan itu justru dilakukan oleh orang-orang dari golongan Aus. Jelas sekali kaum Yahudi tengah melancarkan politik adu domba.

Rencana pembunuhan terhadap Nabi Muhammad sudah menyingkap kebusukan Bani Nadhir, sehingga Rasulullah menjatuhkan sanksi tegas mengusir suku Yahudi yang berkhianat itu dari Madinah.

Muhammad bin Maslamah diutus mendatangi Bani Nadhir dan menyampaikan ultimatum Rasulullah, “Tinggalkan Madinah, dan jangan bertetangga denganku. Aku beri tempo sepuluh hari.”

Sadar dengan pengkhianatan mereka yang sudah terbongkar, maka Bani Nadhir mulai mempersiapkan diri angkat kaki dari Madinah. Akan tetapi mendadak kaum Yahudi itu membangkang dan malah balik menantang Rasulullah. Apa gerangan sebabnya?

Syekh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri dalam buku Ar-Rahiq al-Makhtum-Sirah Nabawiyah (2015: 340) mengisahkan:

Beliau mengutus Muhammad bin Maslamah menemui Bani Nadhir. Instruksi dari beliau adalah, “Keluarlah kalian dari Madinah dan jangan lagi tinggal bersamaku di sini. Kuberi tenggang waktu sepuluh hari, lalu siapa pun yang masih kudapati setelah itu akan kupenggal lehernya.”

Yahudi Bani Nadhir tidak punya pilihan selain keluar dari Madinah. Mereka langsung mempersiapkan segala keperluan untuk hengkang.

Namun, mendadak gembong munafikin, Abdullah bin Ubay, mengirimkan pesan berbunyi, “Kuatkan hati dan bertahanlah. Jangan tinggalkan rumah kalian, sebab ada dua ribu prajurit bersamaku yang akan mendukung kalian dan siap mati membela kalian. Bani Quraizhah dan para sekutu kalian dari Ghathafan juga bakal membantu kalian.”

Tokoh munafik Abdullah bin Ubay bin Salul beraksi mempengaruhi Bani Nadhir agar melakukan perlawanan. Dengan adanya iming-iming bala bantuan pasukan itulah yang membuat Bani Nadhir menjadi congkak dan menantang peperangan.

Setelah sepuluh hari berlalu, dan ternyata Bani Nadhir malah tetap membangkang, maka Nabi Muhammad pun menyuarakan takbir yang disahuti oleh kaum muslimin. Kepemimpinan Madinah diserahkan kepada Ibnu Ummi Maktum, kemudian bersama kaum muslimin Rasulullah mengepung perkampungan Bani Nadhir.

Suku Yahudi itu berlindung di dalam benteng dan terus melesakkan anak panah serta melemparkan bebatuan. Akan tetapi kaum muslimin sama sekali tidak mengendurkan pengepungan.

Akhirnya, mental Bani Nadhir runtuh dengan sendirinya, sebab bala bantuan pasukan yang dijanjikan Abdullah bin Ubay tak kunjung datang. Dalam sejarahnya, tidak pernah janji orang munafik yang menjadi kenyataan. Bani Nadhir menyadari perlawanan yang mereka lakukan telah sia-sia.

Ketakutan menimpa orang-orang Bani Nadhir setelah menyaksikan benteng yang dibanggakan mulai goyah pertahanannya. Setelah melalui enam malam pengepungan, akhirnya kaum Yahudi itu memutuskan untuk menyerah saja.

Hepi Andi Bastoni dalam bukunya Mengubah Kekalahan Menjadi Kemenangan (2015: 173) mengungkapkan:

Orang Yahudi berperang sendirian. Mereka ditinggalkan Bani Quraizhah, dan dikhianati Abdullah bin Ubay dan sekutu-sekutunya dari Ghathafan. Tidak ada seorang pun yang berusaha memberikan bantuan kepada mereka.

Pengepungan berlangsung selama enam hari. Karena tak kunjung mendapat bantuan dari Abdullah bin Ubay dan sekutunya, akhirnya Bani Nadhir menyerah dan menyatakan diri keluar dari Madinah. Rasulullah saw. memperbolehkan mereka keluar membawa semua miliknya yang dapat diangkut, kecuali senjata.




Belum Ada Perang Seunik Perang Ahzab

Sebelumnya

Mukjizat Nabi pada Periuk Istri Jabir

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Sirah Nabawiyah