Menteri PPPA terus menyuarakan pentingnya berani bersuara untuk menghentikan KDRT/Dok KemenPPPA
Menteri PPPA terus menyuarakan pentingnya berani bersuara untuk menghentikan KDRT/Dok KemenPPPA
KOMENTAR

HANYA ada satu kata untuk kekerasan dalam rumah tangga, HAPUSKAN!

Kata-kata itu lantang sekali diucapkan menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga di sela-sela acara car free day, Minggu (15/10). Tidak henti-hentinya dan tidak lelahnya Bintang meneriakkan kepada seluruh masyarakat untuk berani berbicara dan berkomitmen untuk menghapus KDRT.

Di tengah riuhnya suasana car free day, Kementerian PPPA merangkul multistakeholder seperti tokoh agama, lembaga layanan, aktivis HAM, dunia usaha, penyandang disabilitas, buruh, hingga penyintas kekerasan, untuk menggaungkan komitmen bersama dalam melindungi perempuan dan anak dari kekerasan.

“Kita sudah punya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PDKRT) yang menjadi dasar hukum dan memberikan perlindungan pada korban dan memberikan sanksi pada pelaku. Kita juga punya layanan pendukung da perlindungan yang telah berkembang pesat untuk membantu korban. Tapi tugas ini belum selesai, karena angka kekerasan masih tinggi,” kata Bintang saat berorasi di atas panggung Kampanye Penghapusan KDRT di depan FX Sudirman, Jakarta Pusat, Minggu (15/10).

Menurut Bintang, pihaknya tidak akan berhenti menyuarakan dan berupaya terus menerus mendorong komitmen seluruh pihak untuk melakukan aksi nyata menghapuskan KDRT dan segala bentuk kekerasan lainnya pada perempuan dan anak. Dan sejak 2021 lalu, dare to speak up atau kampanye berani bersuara, sudah digaungkan.

Melalui kampanye ini, diharapkan korban, keluarga korban, dan masyarakat yang melihat, mendengar, dan mengetahui adanya kekerasan, dapat melapor ke layanan pengaduan kekerasan KemenPPPA melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau WhatsApp melalui nomor 08111 129 129.

Berikut suara para perempuan yang berkomitmen menghapus KDRT:

Ninik Rahayu (Direktur JalaStoria), “Saya mengapresiasi KemenPPPA dalam melakukan kampanye pencegahan dan perlindungan korban KDRT. Untuk memberikan dampak yang lebih masif, seluruh pihak mulai dari pemerintah, tokoh agama, organisasi masyarakat, jurnalis, penegak hukum, penyintas kekerasan hingga influencer, diharapkan bisa turut serta menyuarakan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.”

Andy Yentriyani (Ketua Komnas Perempuan), “Ruang domestik kerap menjadi tempat yang tidak aman bagi perempuan. Tingginya angka KDRT sangat disayangkan karena selama ini rumah dianggap sebagai tempat yang paling aman bagi perempuan. Bahkan ketika korban yang sebagian besar perempuan melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya, mereka sering kali diminta berdamai untuk menutupi aib. Kalau kondisi seperti ini dibiarkan, kekerasan itu akan terus berulang. Artinya, kita membiarkan hidup seseorang dalam penyiksaan. Maka dari itu, mari kita sama-sama mengedukasikan pentingnya UU PKDRT untuk melindungi korban.”

Giwo Rubianto (Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia), “Kami meminta Aparat Penegak Hukum (APH) turut mengimplentasikan UU PKDRT dengan mengedepankan perspektif korban dalam menangani kasus. Dalam rangka mengawal upaya tersebut, pemerintah, organisasi masyarakat dan para aktivis diharapkan dapat mendampingi dan mengevaluasi impelementasi UU PKDRT, sehingga kekerasan terhadap perempuan dan anak di ranah privat bisa dihapuskan.

Nita Yudi (Ketua Umum Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia), “Kami mendorong perempuan dapat berdaya secara ekonomi untuk meminimalisir terjadinya KDRT. Dengan begitu, perempuan bisa membantu keuangan keluarga dan mensejahterakan kehidupannya.”

Vera Galuh (Vice President General Secretary Danone Indonesia), “Kami turut menegaskan komitmen dalam memberikan perlindungan terhadap karyawan perempuan, salah satunya mengedukasi agar tidak takut melapor jika mengalami KDRT maupun jika mendapatkan pelecehan di lingkungan kerja.”

Fatimah Asri Mutmainnah (Anggota Komisi Nasional Disabilitas), “Kami mengecam keras tindak kekerasan dalam rumah tangga yang bisa memberikan dampak kecacatan secara disengaja. Banyak dari korban KDRT yang mengalami disabilitas permanen dan merusak masa depan mereka. Oleh karenanya KDRT harus dicegah melalui sosialisasi dan internalisasi nilai kepada masyarakat.”

Alimatul Qibtiyah (Tokoh Agama), “Kami menegaskan kasus kekerasan dalam rumah tangga bukanlah aib, melainkan mengupayakan keadilan bagi korban. Tujuan berkeluarga adalah untuk memberikan ketenangan dan kebahagiaan bagi seluruh anggotanya. Kalau sampai terjadi KDRT, itu artinya menyalahkan tujuan dibentuknya keluarga. Jika seorang korban melapor, maka kita tidak boleh menyalahkannya. Mereka sedang berusaha mencari keadilan, karena semua orang berhak mendapat ketenangan dan kebahagiaan.”




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News