KOMENTAR

Nabi saw. pernah bertanya kepada sekelompok sahabat, “Apa kabar kalian?

Mereka menjawab, “Kami adalah orang-orang beriman.”

Nabi bertanya, “Apa tanda iman kalian?

Mereka menjawab, “Kami bersabar di atas ujian. Kami bersyukur di saat kesejahteraan. Kami rida terhadap peristiwa-peristiwa takdir.”

Nabi saw. bersabda, “Demi Tuhan Ka’bah, kalian adalah orang-orang beriman.” [dikutip dari Imam Al-Ghazali dalam buku Mukasyafatul Qulub (2020: 495)]

Setiap kali membahas tentang iman, tidak boleh terlupakan perihal sikap rida atas apa pun yang dikaruniakan Allah Swt. Sebagaimana pada kisah di atas, Nabi Muhammad meminta bukti keimanan dari para sahabatnya, dan mereka mampu menjawab dengan tepat. Salah satu yang utama tentang keridaan mereka terhadap apa yang ditakdirkan Allah Swt.

Lantas apakah rida itu?

Syamsuddin Ar-Razi pada buku Menyelami Spiritualitas Islam (2019: 81) menjelaskan:

Rida adalah keyakinan hamba bahwa Allah Mahaadil dalam keputusan-Nya, dan ia tidak terbebani dengan ketetapan-Nya. Ulama lain mengatakan, orang yang rida kepada Allah adalah mereka yang tidak menentang takdir-Nya.

Dengan demikian, kita dapat memahami rida adalah sikap hati yang menerima dengan lapang dada segala ketentuan Allah, termasuk dalam urusan rezeki. Rida tidak berarti berhenti berusaha atau tidak berusaha sama sekali untuk meningkatkan kualitas hidup.

Sebaliknya, rida adalah mengenali batas diri sebagai manusia dan meyakini bahwa segala sesuatu yang diberikan oleh Allah adalah yang terbaik untuk kita. Rida dengan rezeki Allah bukan berarti menyerah pada keadaan, tetapi lebih kepada keberanian untuk menghadapinya dengan lapang dada dibarengi usaha yang sungguh-sungguh.

Imam Al-Ghazali (2020: 495) menerangkan:

Dalam khabar lain disebutkan, “Beruntunglah orang yang diberi hidayah Islam, rezekinya mencukupinya, dan dia rida dengan-Nya.” Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang rida terhadap rezeki sedikit dari Allah, maka Allah rida terhadap amalnya yang sedikit”.

Rasulullah saw. bersabda, “Jika Allah Swt. mencintai seorang hamba, maka Dia mengujinya. Jika hamba itu bersabar, maka Dia memilihnya. Jika hamba itu rida, maka Dia memilihnya.”

Sikap rida akan membuat berapapun rezeki yang diterima dari Ilahi terasa mencukupi. Banyak atau sedikitnya rezeki tidak lagi menentukan, sebab bersama sikap rida segalanya menjadi berkah.

Sementara itu, mereka yang mampu rida adalah orang-orang terpilih. Allah telah memilih mereka sebagai hamba-Nya yang utama, disebabkan keridaan terhadap karunia Ilahi.

Lalu kenapa manusia seringkali tidak rida dengan rezeki dari Allah?

Salah penyebabnya adalah suka membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Dalam perkara materi dirinya lebih suka memandang ke atas daripada ke bawah. Akibatnya dia selalu saja merasa kurang, dan tidak kunjung bisa rida dengan rezeki yang telah dikaruniakan Allah. Padahal, masih banyak orang yang jumlah rezekinya jauh lebih kecil tetapi mereka mampu bersikap rida, sehingga mendapatkan kehidupan yang baik.

Ketika kita sibuk melihat rezeki orang lain yang memiliki lebih banyak harta atau kesuksesan, seketika itulah setan bermain dengan menyemai rasa iri dan dengki. Padahal, setiap orang memiliki perjalanan hidup dan ujian yang berbeda, dan apa yang tampak di permukaan belum tentu mencerminkan kebahagiaan yang sebenarnya.

Jika tidak kunjung rida dengan rezeki dari Allah, maka kita hanya akan berlelah-lelah saja di dunia ini. Tidak ada keindahan, tiada kenikmatan, kecuali lelah berbingkai payah yang tak berujung. Kita akan terus terpacu mengejar kemilau dunia ibarat mengejar bayang-bayang sendiri.

Lihatlah kiri-kanan! Akan banyak terlihat deretan manusia yang kelelahan dalam derita tak terperikan. Banyaknya harta malah membuat mereka semakin dahaga, dan kembali lagi berlari mengejar kemilau duniawi, hingga berakhir di liang lahatnya sendiri.

Rida dengan rezeki Allah membawa ketenangan dan kedamaian dalam jiwa. Tidak ada kegelisahan yang berlebihan tentang masa depan atau kekhawatiran yang berlebihan tentang kekurangan. Hidup terasa lebih tenang karena kita tahu bahwa Allah adalah Maha Pengatur segala sesuatu dan akan memberikan yang terbaik untuknya.

Dalam menghadapi kehidupan yang penuh liku ini, memiliki rida dengan rezeki Allah adalah kunci untuk mencapai kedamaian jiwa dan kebahagiaan hakiki. Ketika seseorang mampu menerima dengan lapang dada segala ketentuan-Nya, hidupnya akan dipenuhi dengan kedamaian dan kebahagiaan yang tak tergoyahkan, tidak peduli seberapa besar atau seberapa kecil rezeki yang diberikan Allah.

Ingat pula bahwa setiap perjalanan hidup adalah bentuk ujian. Sedangkan rida dengan rezeki Allah adalah kunci untuk melewati ujian-ujian tersebut dengan kemuliaan dan keutamaan.




Hubbu Syahwat

Sebelumnya

Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur