Ilustrasi obat batuk/Net
Ilustrasi obat batuk/Net
KOMENTAR

OBAT batuk sirup beracun masih menjadi ancaman global. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merilis kasus obat substandar dan palsu merupakan risiko yang berkelanjutan.

“Ini adalah risiko yang berkelanjutan,” kata Ketua Tim Khusus WHO Rutendo Kuwana, dikutip dari laman CNBC, Sabtu (17/6).

Dia menuturkan, bahwa WHO telah melacak peredaran obat-obatan anak yang berpotensi mematikan tersebut dengan menjalin kerja sama dengan enam negara lain.

“Masih terus berlanjut hingga saat ini,” ujarnya.

Hasil penyelidikan sementara, sembilan negara diduga kuat telah menjual sirup tercemar racun.

Sebelumnya, lebih dari 300 bayi di tiga benua meninggal dunia tahun lalu akibat obat tersebut.

“Obat-obatan yang terkontaminasi masih dapat ditemukan selama beberapa tahun ke depan,” ungkapnya.

Sebab, lanjutnya, bahan berbahaya itu bisa saja masih bersarang di tong cairan yang sudah tercemar.

Menurut dia, komplotan yang tidak bertanggung jawab tersebut telah meracik dengan sengaja mengganti bahan asli sirup batuk, propilen glikol, dengan bahan alternatif lain yang beracun.

“Langkah itu dilakukan karena bahan alternatif seperti etilen glikol atau dietilen glikol cenderung lebih murah,” terangnya.

Dikatakan Kuwana, yang membuat bahan tersebut jadi berbahaya karena bahan yang digunakan untuk minyak rem atau produk lain yang bukan ditujukan untuk konsumsi manusia.

“WHO berteori, penggunaan bahan beracun itu terjadi ketika harga propilen glikol melonjak pada 2021 silam,” jelasnya.

Beberapa pemasok, dijelaskannya, diduga mencampur cairan beracun yang lebih murah dengan bahan-bahan lain yang diizinkan.




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News