Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

JALAN ceritanya bisa menggetarkan lubuk hati, tentang pengorbanan seorang perempuan. Siapapun yang membaca kisahnya atau melihat langsung pengorbanannya, bisa dipastikan tidak akan dapat menahan air mata.

Kisahnya dimulai, ketika adik sakit keras dan memerlukan ratusan juta rupiah untuk menyelamatkan nyawanya. Dana harus didapat sesegera mungkin dan akhirnya jalan pintas diambil, menjadi kupu-kupu malam.

Sampai di sini, emosi pembaca bisa terhanyut jauh. Hanya saja, bukan berarti logika ikut kandas. Perasaan tetap harus dijaga untuk membuat pertimbangan yang matang dalam menentukan sikap.

Apa yang dikorbankan oleh si kakak, jangan sampai menjadi pembenaran atas pilihan ‘profesi’-nya. Walau memang sejatinya Allah akan meninggikan derajat manusia yang ikhlas berkorban, namun tidak ada yang bisa dibenarkan dari bentuk prostitusi.

Dari kisah di atas, jikalau sang adik membutuhkan biaya besar untuk operasi jantung, masih ada beberapa opsi yang pantas, seperti membuat surat keterangan tidak mampu dan mengajukannya pada dinas kesehatan serta dinas sosial setempat. Atau, mengurus BPJS.

Ada lho, dalam kejadian nyata, seseorang yang cukup rajin mengkritik kebijakan pemerintah, begitu dirinya dihadapkan pada kenyataan harus operasi jantung, ia tanpa sungkan memanfaatkan BPJS, sehingga tidak sepeserpun biaya dikeluarkan.

Intinya, apakah kupu-kupu malam menjadi satu-satunya solusi dari permasalahan hidup? Tentu saja tidak!

Allah membentangkan banyak sekali pilihan di muka bumi ini, tinggal manusianya yang berikhtiar memilih jalan terbaik yang diridhai Ilahi.

Tulisan ini tidak bermaksud menyudutkan para kupu-kupu malam yang kehidupannya sudah teramat keras. Namun, prostitusi jelas perbuatan yang diharamkan agama dan dilarang dalam norma sosial.

Tidak ada perempuan yang gemilang hidupnya berkat terjun ke dunia prostitusi. Ibarat jurang dalam nan kelam, sekali terjerumus maka akan selamanya merana.

Cerita manis dapat melenakan, membuat publik sulit membedakan fiksi dengan fakta. Jadi, ada baiknya dikupas tuntas keharaman prostitusi, entah itu namanya kupu-kupu malam atau apapun istilahnya.

Dan yang terpenting, jangan sampai terbangun persepsi untuk memberi toleransi terhadap kemaksiatan. Sikap permisif dengan memberi pemakluman terhadap prostitusi, justru dapat mengembalikan kita ke zaman jahiliah, suatu zaman keterbelakangan moral yang susah payah diberantas oleh Rasulullah.

Moenawar Khalil dalam buku Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Volume 1 (2001: 28) menerangkan: Pelacuran atau perzinaan di antara lelaki dan perempuan oleh bangsa Arab di Jazirah Arab pada masa sebelum Islam, merupakan perbuatan biasa, tidak menjadikan rendahnya derajat orang yang mengerjakan. Para perempuan dengan terang-terangan membuka ‘jasa’ dengan memasang bendera di muka rumah masing-masing.

Tidak sedikit para pujangga yang melukiskan perbuatan mereka dalam syair-syairnya, yang hanya karena kebagusan atau keindahan susunan katanya, lalu digantungkan di Ka’bah. Hal itu menunjukan bahwa perbuatan tersebut seolah-olah menjadi suatu kemegahan.

Kira-kira kutipan di atas yang menjadi harapan dari pembahasan ini, yakni jangan sampai prostitusi dipandang hal yang biasa. Apapun istilahnya, prostitusi tetap dilarang dan diharamkan.

Terpujilah wanita yang rela berkorban demi orang-orang yang dikasihinya, tetapi tentunya bukan dengan cara mengorbankan kehormatan.




Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Sebelumnya

Ya Allah, Aku Belum Pernah Kecewa dalam Berdoa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur