KOMENTAR

Perkataan Rasulullah ini mendapatkan penguatan dari Tuhan, dengan turunnya Surat al-Lahab ayat 1-5, yang artinya, “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia. Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan memasuki api yang bergejolak (neraka), (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah). Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal.

Sepanjang zaman, selagi Al-Qur’an terus dibaca, maka selama itulah kehinaan Ummu Jamil akan terus diulang-ulang. Dengan demikian, tidak pernah hina orang yang dihina (sebagaimana mulianya diri Rasulullah), justru penghina itulah yang sejatinya hina (sebagaimana rndahnya martabat Ummu Jamil).

Ahzami Samiun Jazuli dalam buku Kehidupan Dalam Pandangan Al-Qur`an (2006: 120) mengungkapkan:

Ummu Jamil sedang membawa kayu bakar di saat ia mendapati ayat Al-Qur'an tersebut ditujukan untuknya dan juga untuk suaminya. Lalu ia pun menemui Rasulullah saw. yang sedang duduk di Ka’bah bersama sahabatnya Abu Bakar dengan membawa batu di tangannya, namun ketika ia sudah berada di hadapannya, Allah seolah membutakan penglihatannya hingga ia tidak melihat Rasulullah di depannya dan hanya melihat Abu Bakar seorang diri.

Lalu Ummu Jamil berkata kepadanya, “Wahai Abu Bakar, mana sahabatmu? Aku mendapat kabar bahwa ia telah mengejekku. Bila aku menemukannya, aku akan memukul mulutnya dengan batu ini. Aku pun bisa bersyair seperti dirinya.”

Lalu Ummu Jamil menyenandungkan syairnya:

Dengan penuh celaan ia kami tentang;

perintahnya kami telantarkan;

agamanya kami bencikan.

Setelah mengucapkan syairnya tersebut, Ummu Jamil pun lalu pergi. Lalu Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, apakah ia tidak bisa melihatmu?”

Rasulullah pun berkata, “Ia tidak bisa melihatku. Allah membuatnya tidak bisa melihatku.”

Sepenggal episode ini menghamparkan kemuliaan Rasulullah, yang dilindungi oleh Allah dari aksi keji Ummu Jamil. Sayang sekali, bukannya sadar dengan kekeliruannya, turunnya ayat tersebut malah membuat Ummu Jamil makin tidak terkontrol.

Berikutnya, Rasulullah benar-benar mendapat pukulan psikologis yang teramat berat, tatkala Ummu Jamil juga memporak-porandakan rumah tangga putri-putrinya. Sebagai ayah yang teramat mengasihi putri-putrinya, maka Ummu Jamil telah menyakiti relung terdalam di hati Rasulullah.

Muhammad Muttawali Sya'rawi pada buku Al-Qur'an Bercerita tentang Perempuan: Kisah Perempuan yang Diceritakan dalam Al-Qur'an (2022: 58) mengungkapkan:

Ummu Jamil pergi mendatangi anaknya yang bernama Atabah, suami Ruqayyah putri Rasulullah saw. dan ke rumah Muktib putra kedua, suami Ummu Kaltsum yang juga putri Rasulullah saw.

Dia menghasut kedua putranya dan memaksa agar mereka menceraikan istri-istrinya. Rencana itu hampir gagal karena kedua putranya itu menolak. Dia ancam anak-anaknya bahwa dia akan pergi ke Ka’bah dan mengumumkan kepada masyarakat bahwa mereka bukan lagi anak-anaknya.

Akhirnya Atabah dan Muktib tunduk pada desakan dan perintah sang ibu. Mereka ceraikan putri-putri Rasulullah saw. dan dengan kasar penuh kebencian berkata, “Aku ceraikan anakmu dan menentang agamamu.”

Tidak pernah dirinya berputus asa dari kasih sayang Allah Swt. sehingga Rasulullah tetap tidak menjadi jahat terhadap wanita jahat. Namun, mana ada kejahatan yang abadi, karena pada akhirnya keadilan Tuhan adalah yang berlaku.

Begitu pedihnya kejahatan yang dilakukan Ummu Jamil, lantas bagaimanakah akhir kehidupannya?

Ya, bukan hanya semua intrik jahatnya gagal menghambat laju dakwah Rasulullah, bahkan wanita itu pun berakhir dalam kondisi yang buruk.

Muhammad Muttawali Sya’rawi (2022: 59-60) yang menerangkan:

Ummu Jamil yang pendengki tidak henti-hentinya bertindak memusuhi Rasulullah saw. dan kaum muslimin. Tiap hari dia tetap mencari dan mengumpulkan duri-duri dan menyebarkannya di jalan yang dilalui Rasulullah saw. Tak peduli dia betapa banyak tenaga yang telah dikeluarkannya untuk mengumpulkan duri-duri itu.

Suatu pagi Ummu Jamil terbangun dari tidurnya dengan tubuh yang terasa letih dan lemas sehingga dia merasa tak mampu untuk pergi ke luar rumah. Lalu dia bangit. Dia paksakan diri untuk ke luar rumah dan kembali mengumpulkan duri-duri. Tiap kali dia membunguk memungut duri, tiap kali pula dia merasakan kakinya terasa berat untuk melangkah.

Akhirnya, perempuan itu duduk di pinggir jalan untuk melepas lelah sejenak, setelah itu akan melanjutkan lagi usahanya yang penuh kedengkian. Dia rasakan tubuhnya bertambah lemas dan saat itu pulalah malaikat pencabut nyawa mendatanginya.

Tibalah sakaratul maut bagi dirinya. Kehidupannya berakhir di pinggir jalan dengan kedengkian yang masih membara terhadap Islam dan kekasih-Nya, Muhammad saw. Itulah akhir kedengkian Ummu Jamil, istri Abu Lahab yang tercantum dalam surah al-Lahab atau gejolak api.




Belum Ada Perang Seunik Perang Ahzab

Sebelumnya

Mukjizat Nabi pada Periuk Istri Jabir

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Sirah Nabawiyah