Ayam Jago, Dari Mangkuk Bakso Hingga Google Doodle

DI Indonesia, mangkuk ayam jago dulu terkenal sebagai mangkuk pedagang bakso atau mie ayam. Mangkuk ini sempat kehilangan pamor dan berganti dengan mangkuk bergambar lain.

Tapi belakangan, mangkuk impor asal China ini kembali nge-tren, bahkan dicari-cari. Di sejumlah toko online, harganya berkisar antara Rp 7000 hingga Rp 15000 per buah.

Dan hari ini, mangkuk ‘bersejarah’ itu menjadi Google Doodle usai didaftarkan oleh Pemerintah Thailand sebagai produk Indikasi Geografis Lampang. Dengan begitu, hukum perdagangan internasional mengakui kualitas dan reputasi mangkuk ayam jago yang dibuat di daerah tersebut.

Dalam sejarahnya, mangkuk ayam jago dibuat di Provinsi Guangdong, China Selatan. Mangkuk itu kemudian diekspor ke Thailand, dan pada 1957 para pedagang di Provinsi Lampang, Thailand membuka pabrik mangkuk ayam jago.

Lampang sendiri dikenal sebagai daerah yang memiliki banyak mineral lempung, yang cocok untuk membuat keramik.

Walau Lampang terus memproduksinya sampai sekarang, hanya sedikit pabrik yang bisa mendesainnya sesuai gaya dan bahan tradisional. Oleh karena itu, mangkuk asli dengan lukisan tangan, jadi barang koleksi yang langka.

Makna Ayam Jago

Dalam versi orisinalnya, ayam jago adalah lambang kerja keras. Sedangkan daun pisang dan bunga peoni merah yang mendampingi si ayam jago, merupakan simbol harapan atas keberuntungan. Desainnya sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu.

Dalam bahasa Hokkien, kata ayam punya cara penyebutan yang sama dengan kata rumah atau keluarga. Jadi, banyak orang yang yakin, dengan makan di mangkuk ayam jago, maka keluarga mereka bisa menjadi Makmur.

Itu juga mengapa hewan tersebut dianggap sebagai lambang jiwa petarung dan keluarga yang makmur.

Ayam jantan digunakan karena berkaitan dengan budaya patriarki di China pada saat itu. Laki-laki lebih disukai ketimbang perempuan, bahkan mereka dinggap sebagai berkah yang besar.

Oleh karena itu, dulu orang Hakka akan memberi mangkuk ayam jago kepada anak laki-laki mereka. Kemudian, nama sang putra diukir di mangkuk, sebagai tanda bahwa yang bersangkutan akan terus diingat hingga ia wafat.