Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

KEHANGATAN negeri Khatulistiwa ini juga memberi tantangan besar bagi kecantikan perempuan.

Karena paparan sinar mentarinya dapat pula mempengaruhi kesehatan kulit muka. Dan kita tahu sama tahu, apalagi yang paling sering dilihat orang dalam menakar kecantikan kalau bukan wajah perempuan.

Dari itu pula produk kecantikan tabir surya semakin menunjukkan eksistensinya merambah bisnis kosmetika.

Sebetulnya, sejak masa dahulu kala, kaum perempuan pun telah menyadari hal berbahaya ini. Dari itu, ketika bekerja di luar rumah mereka mengenakan topi caping yang cukup lebar dan ada pula yang menambahkan penggunaan bedak tepung beras.

Masa kini sulit bagi perempuan modern melakukan hal yang sama, memakai caping bukan hanya terlihat kuno tetapi menyulitkan dalam beraktifitas. Apalagi penggunaan bedak tepung beras yang justru membuat kaum hawa terasa hidup bagai di masa lalu.

Kemudian, dimanjakanlah perempuan modern dengan berbagai produk tabir surya, mulai dari yang mahal hingga yang murah meriah, yang sama-sama mengusung misi mulia melindungi kesehatan kulit.

Juni Prianto dalam bukunya Cantik: Panduan Lengkap Merawat Kulit Wajah (2014: 121) menerangkan, krim tabir surya atau sunscreen secara fisik memberi gambaran lapisan putih saat aplikasi pada kulit wajah. Hal ini dikarenakan komponen utama dalam tabir surya umumnya adalah titanium dioksida.

Dalam jumlah sedikit, sinar matahari tetap dapat memacu produksi vitamin D dalam tubuh kita.

Walaupun telah menggunakan tabir surya, dalam kulit kita masih dapat memacu produksinya vitamin D ini. Dengan tabir surya, kulit tetap menyerap radiasi sinar matahari tetapi kekuatan radiasinya akan berkurang dengan adanya penghalang tabir surya tadi.

Produk terbaik tabir surya adalah yang mempunyai spektrum yang luas untuk kedua tipe sinar ultraviolet A dan B. Saat ini tabir surya yang memenuhi persyaratan ini menggunakan bahan dasar dioksibenvon dan oksibenvofenon (menggantikan pemakaian bahan dasar asam para amino benzoat yang dahulu sering menimbulkan kasus iritasi pada kulit).

Namun, perlu kehati-hatian dalam memilih tabir surya, agar diperoleh yang benar-benar cocok dengan kebutuhan kulit.

Maria Dwikarya dalam bukunya Merawat Kulit & Wajah (2006: 17) menguraikan, para ahli menganjurkan selalu menggunakan tabir surya jika terpapar cahaya matahari. Tabir surya ada bermacam-macam jenisnya. Ada yang berbentuk krim, cairan, gel, atau busa. Terbaik adalah tabir surya yang mengandung SPF adalah kemampuan sebuah tabir surya untuk menurunkan jumlah sinar UV yang mencapai kulit.

Dalam memilih tabir surya juga harus diperhatikan jenis kulit. Apakah kondisi kulit berminyak dan berjerawat? Jika ya, pilihlah tabir surya yang bebas minyak atau nonkomedogenik. Dengan mengetahui bermacam-macam tabir surya, rasanya tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan akibat yang terjadi karena paparan matahari.

Ternyata khawatir itu berguna juga, yaitu khawatir bila tabir surya itu mengandung bahan yang diharamkan agama. Nah, lho!

Karena, dalam pemakaian tabir surya, mahal atau murah bukanlah jaminan kenyamanan. Sebab, agama Islam punya standar sendiri bagi umatnya, dan jangan sampai tabir surya yang melindungi dari paparan matahari malah membuat muslimah terkendala memasuki surga-Nya.

Sebagaimana halnya kosmetika lainnya, tabir surya atau sunscreen juga berpotensi mengandung gelatin, sesuatu yang cukup ramai dihebohkan.

Anton Apriyantono dalam bukunya Makanan dan Minuman Halal (2005: 54) menjelaskan, penggunaan gelatin sangat luas, bukan hanya pada produk pangan, tetapi juga pada produk farmasi dan kosmetika. Hal ini dikarenakan gelatin bersifat serba bisa, yaitu bisa berfungsi sebagai bahan pengisi, pengemulsi (emulsifier), pengikat, pengendap, pemerkaya gizi, dan juga bersifat luwes yaitu dapat membentuk lapisan tipis yang elastis. Kemudian, sifat penting lainnya adalah daya cernanya yang tinggi.

Nah, di bagian apa kejutannya?

Anton Apriyantono melanjutkan, pada prinsipnya gelatin dapat dibuat dari bahan yang kaya akan kolagen seperti kulit dan tulang baik dari babi maupun sapi. Akan tetapi, apabila dibuat dari kulit dan tulang sapi, prosesnya lebih lama dan memerlukan air pencuci/penetral (bahan kimia) yang lebih banyak, sehingga kurang berkembang.

Nah, disinilah konsumen muslimin perlu sekali ekstra hati-hati, agar tidak terpakai tabir surya yang tercemar sesuatu yang diharamkan.

Memang sih, cara termudah itu dengan mengamati logo halalnya. Namun, sebagai bahan pengetahuan ada baiknya kaum muslimah juga mengatahui bahan-bahan kritisnya tersebut.

Sekilas akan muncul pertanyaan, kok teganya ada sebagian dari produsen itu memasukkan bahan-bahan yang diharamkan ke dalam produknya?

Gampang sekali memahaminya, sebab bahan dari babi atau sejenisnya memang murah, sehingga dapat menekan ongkos produksi serta mempertebal keuntungan. Dari itu kita memuji kesungguhan pihak terkait yang terus bekerja keras memastikan pantas tidaknya suatu produk diberi label halal.

Dari itu pula, kita sebagai konsumen yang salehah hendaknya istikamah memilih produk yang halal, karena ada lho beberapa produsen yang tak kunjung dapat label halal, sebab tidak mau mengganti bahan yang diharamkan agama tersebut.




Ternyata Siomay Bisa Saja Haram

Sebelumnya

Parsel: Halal atau Haram?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Halal Haram