H. Ilham Bintang dan keluarga.
H. Ilham Bintang dan keluarga.
KOMENTAR

OMICRON, varian mutakhir COVID-19, kini meneror seluruh umat  dunia. Entah gelombang keberapa, yang pasti serangan varian baru COVID-19 sekarang bikin panik pemerintah di mana pun. Mereka kembali pontang panting mengatur ulang perencanaannya.

Belum ada penelitian berapa prosentase  jenis Omicron dalam penyebaran COVID-19 sekarang, namun pemerintah cepat pasang kuda-kuda. Seakan  yang melakukan serangan semuanya varian Omicron.

Bayangkan, itu semua terjadi justru ketika semua negara bersiap memasuki tahun baru 2022 dengan harapan baru, kehidupan normal baru, segera memulihkan ekonomi, pembukaan border internasional, sekolah tatap muka 100 % --- tiba-tiba pecah kabar mengenai Omicron. Varian baru Covid19 itu pertama kali diidentifikasi di Afrika.

Penularan Omicron, menurut para ahli memiliki kecepatan limakali lebih cepat dibandingkan varian Covid19 sebelumnya. Namun, daya rusaknya masih disangsikan  seganas varian Delta, misalnya.  Di Channel Realita TV bulan lalu, Siti Fadillah, mantan Menkes RI, hampir yakin Omicron tidak seganas Delta.

Penilaian itu berdasar teori mendasar mengenai virus. Katanya, Kecepatan Omicron berbanding terbalik dengan keganasannya. Betulkah? Itulah yang sampai sekarang  menjadi " utang" ilmuwan para peneliti virus yang belum ditunaikan. Kasus fatal atau kematian akibat penularan Omicron memang belum tercatat besar. Bisa dihitung dengan jari.  

Suri Adlina,  putri bungsu saya yang bekerja di Melbourne, Australia, minggu lalu terpapar COVID-19 varian Omicron ini. Tiga hari merasakan kepala pusing, tenggorokan gatal, batuk dan lemas.

Dipandu petugas Kementerian Kesehatan Australia, dia diminta isolasi mandiri selama sepuluh hari di apartemennya. Diberikan panadol untuk meredakan pusing, dan obat batuk untuk meredakan tenggorokan  gatal dan batuk.

Hari keempat, dia sudah merasakan kondisinya membaik." Rasanya kaya kena flu," nilainya. Dia malah sempat mengatakan, kadar Omicron ini di bawah flu berat. Tapi, saya sanksi, saya tahu, itu diutarakan dengan tujuan menenangkan orangtuanya supaya tidak panik.

Benar pun, tapi kesimpulan itu sangat sumir untuk jadi patokan. Suri Adlina masih muda, usia 26 tahun. Tidak punya penyakit bawaan. Bagaimana dengan pasien lanjut usia yang punya komorbid?

Jerman, Inggris, Rusia, Israel, AS, Saudi, Australia yang mendapat serangan  balik COVID-19 bulan lalu, sudah merasakan dahsyatnya kecepatan penularan Omicron.  Angka penularan COVID-19 meningkat signifikan.

Data per 3 Januari di seluruh dunia, kasus baru COVID-19 mencatat kenaikan  angka cukup besar, sekarang : 2.363.665 pertanggal 3 Januari. Atau rata-rata dalam 7 hari : 1.568.986. Sebagian dicurigai Omicron, kalau tidak mau dikatakan sebagian besar.

Di AS saja pertanggal 3 Januari, mencatat angka tertinggi :1.003.043. Rata-rata harian selama 7 hari : 478.869.

Inggris :136.228 jiwa. Perancis : 67.461. Australia : 30.000 pada hari sama. Padahal, dua minggu lalu, saya masih mencatat kasus harian Australia sekitar 1300 jiwa. Tidak berlaku lockdown di sana meski mengalami kenaikan kasus. Pemerintah cukup percaya diri dengan vaksinasi warga yang sudah melebihi 80 %. 

Saya sudah bersiap mengunjugi Si Bungsu begitu border yang dijanjikan November tahun lalu, dibuka.

Tapi, nyatanya tidak. Menlu RI, Retno Marsudi, mengatakan sementara ini yang dibuka ( baru saja) untuk pelajar dan pekerja musiman.  "Saya baru saja cek kembali kepada Pak Dubes," kata Menlu, Minggu(2/1) malam lewat japri di WA.

Empati Menlu

" Bagaimana kondisi Ananda, Pak? Please,  let me know, jika ada yang dapat dibantu KJRI, "sambung ibu Retno yang baik hati itu menunjukkan empatinya. Usai mengikuti tulisan saya, "Kisah Putri Bungsu Terpapar Omicron di Melbourne".

Keajaiban Indonesia

" Keajaiban" terjadi di Indonesia. Padahal, secara kasat mata kita menyaksikan betapa masyarakat euforia merespons penurunan drastis penularan COVID-19 di Tanah Air. Meskipun dilarang, tetap saja mereka berkerumun merayakan liburan Natal dan Tahun Baru di rumah maupun di tempat umum. Di restoran, di mall, di jalan- jalan, euforia itu tampak kebablasan. Seakan sudah merdeka dari pandemi.

Secara angka-angka, dengan negara tetangga saja, Singapura dan Malaysia, yang tingkat kepatuhan warganya tinggi, Indonesia masih unggul. Pertanggal 3 Januari, " hanya " 265 kasus, rata-rata harian selama seminggu : 222.  ( Singapura : 464 kasus baru dan Malaysia : 2.690). 

Di Indonesia, Jakarta yang dominan, sekitar 50 % dari kasus Nasional. Maklum. Ini Ibu Kota. Pintu gerbang Indonesia. Destinasi satu-satunya penerbangan asing. Wajar jika Omicron pertama kali ditemukan di sini.

Begitu pun data terakhir di Indonesia, masih " kecil", sekitar 168 jiwa yang  terpapar varian itu. Masih ingat awal COVID-19 menulari dua orang Indonesia pertama pada awal Maret 2020? Kurang dari sebulan, penularannya sudah mencapai 10 ribu jiwa.

Omicron di Indonesia ditemukan pertama kali pada diri seorang petugas di Wisma Atlet, 16 Desember.  Penularannya relatif bisa dibendung dengan angka "hanya" 160 an. Sebagian sudah sembuh dan tidak ada kematian.

 




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News