Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim saat menjelaskan 2 hal terkait rencana pembukaan sekolah pada Juli 2021 di kanal YouTube Kemendikbud RI (30/03/2021)/ FARAH
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim saat menjelaskan 2 hal terkait rencana pembukaan sekolah pada Juli 2021 di kanal YouTube Kemendikbud RI (30/03/2021)/ FARAH
KOMENTAR

MENTERI Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri mengumumkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri tentang Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) melalui siaran langsung di kanal YouTube Kemendikbud RI (30/03/2021).

Dalam kesempatan itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menjelaskan 2 hal terkait rencana pembukaan sekolah pada Juli 2021.

Poin pertama yang dibahas adalah tentang vaksinasi yang diperuntukkan bagi para guru dan staf sekolah.

Menteri Nadiem menjelaskan bahwa vaksinasi untuk pendidik dan tenaga kependidikan, seperti dikatakan Presiden Joko Widodo, menjadi salah satu prioritas negara dalam upaya akselerasi pembelajaran tatap muka. Saat ini, proses vaksinasi sedang berjalan.

Tiga tahapan vaksinasi pendidik dan tenaga pendidikan dengan memerhatikan prioritas tingkat kesulitan PJJ adalah sebagai berikut :

Tahap 1: Tingkat PAUD, TK, SD, dan SLB, pesantren, dan pendidikan keagamaan, dan sederajat.
Tahap 2: SMP, SMA, SMK, dan sederajat.
Tahap 3: Pendidikan Tinggi.

Ketiga tahapan dijadwalkan bisa tuntas dilaksanakan pada minggu kedua Juni 2021.

Poin kedua pembahasan Menteri Nadiem adalah tentang pembelajaran tatap muka. Sekilas melihat perkembangan pendidikan selama pandemi, sejak Juli 2020, sekolah yang berada di zona hijau dan zona kuning sebenarnya sudah diperkenankan untuk menggelar pembelajaran tatap muka.

Selanjutnya di bulan Januari 2021, semua daerah sudah diperkenankan membuka sekolah untuk pembelajaran tatap muka terbatas dengan protokol kesehatan yang ketat. Keputusan diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Namun realitasnya, baru 22 persen dari total sekolah yang menggelar pembelajaran tatap muka.

"Apalagi buat daerah-daerah di mana anak-anak sangat sulit dapat sinyal, sangat sulit melakukan PJJ, bahkan tidak punya gawai, ini adalah tanggung jawab setiap Pemda untuk memastikan bahwa pembelajaran tatap muka bisa terjadi," ujar Menteri Nadiem.

"KITA sekarang ketinggalan dari negara-negara lain, sudah 85 persen negara-negara di Asia Timur dan Pasifik telah melakukan pembelajaran tatap muka. Banyak pihak seperti Bank Dunia, WHO, dan UNICEF semuanya sepakat bahwa penutupan sekolah bisa menghilangkan pendapatan hidup satu generasi. Loss of learning ini real, dan risikonya bisa berdampak permanen."

"Indonesia sudah satu tahun tidak melaksanakan tatap muka, ini sudah relatif terlalu lama. Dampaknya tidak hanya terhadap pendidikan, tapi juga terhadap kesehatan, perkembangan, dan kesehatan mental anak-anak kita. Juga bagi orangtua, sangat sulit mendapat kesempatan bekerja di luar (menghasilkan secara ekonomi) karena harus mengurus anak di rumah," tambah Menteri Nadiem.

Apa saja yang bisa berpotensi menjadi dampak negatif bagi anak dengan belum dimulainya pembelajaran tatap muka?

1)Putus sekolah karena terpaksa bekerja membantu orangtua yang kehilangan atau berkurang pendapatan akibat pandemi.
2)Orangtua tidak dapat melihat peranan sekolah dalam proses belajar mengajar jika tidak ada pembelajaran tatap muka.
3)Perbedaan akses dan kualitas selama PJJ dapat menciptakan kesenjangan capaian belajar, terutama antara anak dari latar belakang sosio-ekonomi yang berbeda.
4)Studi menemukan bahwa pembelajaran tatap muka menghasilkan capaian akademik yang lebih baik dari PJJ.
5)Tanpa sekolah, banyak anak menjadi korban kekerasan di rumah tanpa terdeteksi guru.
6)Ketika anak tidak pergi ke sekolah, terdapat peningkatan risiko pernikahan dini, eksploitasi anak terutama anak perempuan, dan kehamilan remaja.

Data di seluruh dunia menunjukkan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan, karena umur mereka, termasuk dalam kerentanan yang tertinggi terhadap Covid-19, bukan murid-murid. Karena itulah vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan menjadi krusial untuk mempercepat dimulainya pembelajaran tatap muka.

"Usia 3 -18 tahun memiliki tingkat mortalitas yang sangat rendah dibandingkan kelompok usia lain. Tingkat infeksi pada anak (di bawah 18 tahun) secara umum bergejala ringan. Anak memiliki kerentanan rendah terkena Covid-19 dibanding orang dewasa. Semakin kecil usia anak, semakin kecil pula kemungkinan menularkan infeksi. Itu data dari WHO, UNICEF, dan para ahli. Itulah alasan di banyak negara dengan kasus Covid-19 sangat tinggi, sekolah-sekolah sudah memulai tatap muka," ujar Menteri Nadiem.

Sudah pasti, syarat pembelajaran tatap muka adalah pemberlakuan protokol kesehatan secara ketat. Hal tersebut sudah pernah dibahas dalam SKB 4 Menteri yang dikeluarkan pada bulan November 2020 lalu. Yaitu terkait kesiapan fasilitas dan sarana kesehatan di sekolah, kesiapan anak, dan kesiapan orangtua dalam mengedukasi dan memotivasi anak untuk taat 5M selama di sekolah.

Dan keputusan terakhir tetap berada di tangan orangtua. Mereka berhak memillih untuk mengikuti pembelajaran tatap muka secara terbatas atau tetap melaksanakan PJJ.

"Sekolah, setelah guru dan tenaga kependidikannya divaksin, wajib menyediakan opsi memberikan pembelajaran tatap muka terbatas dengan memperhatikan protokol kesehatan. Tetapi orangtua boleh memilih apakah mereka nyaman mengirim anak belajar ke sekolah apa tidak. Jadi, ujung-ujungnya per anak, keputusannya ada di orangtua," kata Menteri Nadiem.

 




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News