Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

IBU adalah sekolah pertama bagi anak-anak. Di sini, ibu yang sehat dan kuat menjadi kunci utama kesuksesan seorang anak. Namun pertanyaannya, bagaimana tercipta rasa nyaman pada anak jika sang ibu tidak merasakan kenyamanan itu?

Situasi pandemi mengubah segalanya. Harus diam di rumah, bekerja dari rumah, belajar dari rumah, krisis keuangan keluarga, dan ancaman kesehatan seperti menjadi 'kebiasaan' yang harus dijalani.

Hal-hal ini kemudian berdampak pada tingginya tingkat kejenuhan dan stres, sehingga pada akhirnya rekreasi, refreshing, shopping, dan bertemu keluarga besar menjadi hal yang sangat diidam-idamkan.

Ketika ibu mengalami stres akibat banyaknya tuntutan dan pekerjaan yang harus diselesaikan, anak akan mengalami hal yang sama. Menurut konselor pendidikan Lily Mardiany, tanpa disadari ibu yang stres dapat memicu tingkat stres yang sama pada anak.

"Anak bisa ikut mengalami stres ketika ibu yang stres secara tidak sengaja melakukan hal-hal ini. Pertama adalah labeling. Sadar atau tidak, ibu pasti pernah melontarkan kata-kata julukan, kritikan, atau bahkan membandingkan anak dengan saudara atau tetangga," kata Lily.

Selama ibu menjadi guru di rumah, disadari atau tidak ada ekspektasi yang tinggi terhadap anak. Ibu pada akhirnya menuntut kesempurnaan anak hingga terlontarlah kata "harus" dalam ucapannya.

Di sini pada akhirnya anak menjadi jengkel dan emosi. Namun lagi-lagi ibu mendoktrin mereka, bahwa anak laki-laki tidak boleh menangis. Jadilah emosi negatif mereka tidak tersalurkan dengan baik.

Agar ibu terbebas dari 'beban' yang bertambah, pastikan ibu menyadari memiliki keterbatasan. Hindari kontak dengan anak ketika stres melanda. Lakukan me time dan bangun komunikasi dengan orang terdekat, misalnya suami.

Hadapi semua hal dengan ketahanan emosi, spiritual, dan mental yang baik. Tidak perlu menjadi yang terbaik, tapi tetaplah tenang dan optimis. Serta seimbangkan antara pekerjaan dengan pendampingan terhadap anak.

"Setelah ibu berhasil mengelola stres, mulailah ciptakan kenyamanan pada anak. Biarkan anak membuat jadwal dan aturan yang disepakati bersama. Gunakan ruangan yang berbeda setiap berkegiatan, bantu anak menghadapi rasa kehilangan dan kesedihan.

Libatkan anak dalam melakukan sesuatu yang berbeda, biarkan mereka istirahat sejenak dari tugas-tugasnya, ingatkan jadwal yang sudah disepakati. Gali ekspresi anak dan apresiasikan, serta lakukan pula komunikasi positif," bener pengajar di salah satu sekolah menengah di bilangan Pondok Indah, Jakarta Selatan ini.

Terakhir, Lily membagi beberapa tips untuk Bunda.

1. Ingat, orangtua harus memakai tabung oksigennya terlebih dulu agar bisa mendampingi anak-anak menghadapi situasi serba tidak pasti ini. (Nancy Coller, psikoterapis)

2. Kalau orangtua atau caregiver dapat mengatasi stres atau coping dengan baik pada masa ini, tentunya anak-anak juga akan mampu mengatasi stres di masa pandemi ini. (Renvil Reynaldi, SpKJ (K), psikiater anak dan remaja dari Universitas Hasanuddin, Makassar)

3. Karena bagaimana kita bisa bereaksi di situasi pandemi yang serba tidak pasti ini, akan sangat mempengaruhi mental dan jiwa anak di masa depan. Karena kita adalah contoh hidup anak-anak, bagaimana bertahan dalam situasi sulit seperti saat ini.

"Orang yang benar-benar hebat adalah orang yang membuat setiap anak menjadi merasa hebat. Dan dialah engkau, Bunda!" tutupnya.

 




Pemalu atau Social Anxiety? Yuk Kenali Tanda-Tandanya, Bunda!

Sebelumnya

Anak Slow Response Saat Diperintah, Ayah Bunda ‘Berkaca’ Dulu Sebelum Marah

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Parenting