Dahlan Iskan/Net
Dahlan Iskan/Net
KOMENTAR

KUBURAN pun sepi.

Padahal Sabtu kemarin adalah hari Cingbing. Pedagang bunga --yang biasanya panen raya-- ikut gigit jari.

Tapi mereka sudah pintar. Mereka sudah tahu: tahun ini ada Covid-19. Tidak muncul pedagang bunga dadakan yang memenuhi pinggir jalan.

Pasar bunga pun sepi. Keluarga Tionghoa memilih mendoakan orang tua di rumah masing-masing. Mereka tahu resiko tertular Covid-19.

"Jangan sampai terjadi seperti di Semarang," ujar seorang teman Tionghoa di Surabaya.

Ada apa di Semarang?

Di kalangan Tionghoa beredar medsos kejadian di Semarang itu. Empat orang pengusaha meninggal hampir serentak. Banyak lainnya masuk rumah sakit hampir bersamaan.

"Drama Covid-19 Semarang" mirip dengan "Drama Gereja GPIB di Bogor". Atau "Drama Jamaah Tabligh" di Jakarta. Terlalu banyak tular-menular hanya dari satu rangkaian acara.

Di Semarang itu yang meninggal sebenarnya "hanya" empat orang. Tapi semuanya orang kaya-raya. Meninggalnya beruntun pula. Hanya dalam tiga hari. Antara tanggal 25 sampai 28 Maret lalu.

Maka hebohnya melebihi yang lain-lain.

Juga karena medsos berseliweran. Yang benar bercampur dengan yang setengah benar dan yang tidak benar.

Yang terkaya di antara yang kaya itu bernama --baiknya tidak usah disebut. Saya dikirimi foto-foto lengkap. Termasuk foto acara ulang tahun dan karaoke itu. Tapi terlalu pahit untuk dipublikasikan. Juga karena banyak yang tidak ada hubungannya dengan peristiwa.

Yang terkaya itu bisnis di bidang kimia --pedagang besar barang-barang kimia. Juga dikenal sebagai pengusaha lemah --lemahe akeh banget.

Rumahnya di daerah paling mahal di Semarang: Jalan Sultan Agung. Di kawasan Candi. Yang dari ketinggian ini bisa melihat ke bawah: ke pusat kota Semarang. Juga bisa melihat laut yang di utara sana.

Bos-bos Djarum punya rumah di sini. Hartono bersaudara itu. Rumah mereka di deretan jalan ini. Rumah bos besar Sido Muncul juga tidak jauh dari sini.

Semarang pun heboh. Dunia orang Tionghoa lebih heboh lagi. Sudah pula ditambah bumbu-bumbu yang lebih seru. Yang sebenarnya tidak benar. Misalnya soal istri orang terkaya di antara yang meninggal tadi. Dia dikabarkan ikut masuk rumah sakit. Bersama anak-anaknyi.

Padahal sang istri baik-baik saja. Demikian juga anak-anaknyi. Sampai-sampai sang istri harus membuat video. Klarifikasi. Untuk menunjukkan sang istri dalam keadaan baik-baik saja. Lagi bersama anak-anaknyi. Bercengkerama di taman di sebelah rumahnyi.

Saya juga mendapatkan video itu.

Kini keluarga tersebut terus sibuk klarifikasi. Juga mengancam akan menuntut siapa pun yang mengedarkan hoaks tentang keluarga itu.

Ups... Kemarin muncul iklan resmi. Iklan duka cita. Dari keluarga ini. Tidak disebut-sebut bahwa beliau meninggal karena Covid-19.

Di situ disebutkan bahwa beliau meninggal karena sakit pernafasan. Ditambah beberapa sakit kronis lainnya: darah tinggi dan diabetes.

Nama almarhum di iklan itu disebut lengkap: Agus Setyawan Hartono. Alias Njoo Hok Sing.

Nama istri dan anak-anaknya pun lengkap disebut di bawahnya. Begitulah memang umumnya iklan duka cita.

Virus Corona terbukti tidak mengenal siapa pun. Uang berlimpah juga tidak bisa menjamin keselamatan nyawa.




Cerita Pengalaman Vloger asal China Menginap di Hotel Super Murah Hemat Bajet

Sebelumnya

Muara Yusuf

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Disway