KOMENTAR

15 Mei merupakan hari istimewa bagi bangsa Palestina. Karena itu setiap 15 Mei, selalu diperingati dengan penuh duka dan kepedihan mendalam.

Pada hari ini tahun 1948, nenek dan kakek mereka dipaksa meninggalkan rumah dan sebagian besar isinya untuk mengungsi secara tergesa-gesa. Itulah sebabnya mengapa simbol anak kunci rumah, menjadi identik dengan kepedihan bagi bangsa Palestina. Hari ini kemudian dikenang dengan hari bencana, yang dalam bahasa Arab disebut an-Nakbah ( النكبة ).

Eksodus bangsa Palestina untuk meninggalkan kampung halaman dan tempat kelahiran mereka, dilakukan untuk menyelamatkan nyawa dari ancaman senjata dan bom yang menyasar rakyat sipil, yang dilakukan oleh milisia Yahudi yang mendeklarasikan negara Israel sehari sebelumnya, di atas rumah dan tanah mereka. Karena itu bisa dikatakan berdirinya negara Israel, di atas fondasi genangan darah dan linangan air mata bangsa Palestina.

Sampai saat ini bangsa Palestina terus bertanya-tanya, apa sebenarnya salah dan dosa mereka. Apakah karena mereka dilahirkan sebagai etnis Arab, atau bukan keturunan Israel? Atau karena agama mereka bukan Yahudi ? Perlu diketahui, bangsa Palestina saat ini, sebagian besar beragama Islam dan Nasrani.

Padahal sejak Islam masuk ke tanah Palestina 14 abad silam, orang-orang Yahudi mendapatkan bukan saja perlakuan baik, akan tetapi juga perlindungan, termasuk sinagog-sinagog yang menjadi rumah ibadah mereka.

Perlakuan baik umat Islam terhadap penganut Yahudi saat berkuasa, ternyata bukan hanya terjadi di Palestina. Akan tetapi, juga saat umat Islam berkuasa di Bagdad, dan di Andalusia (Spanyol dan Portugis saat ini), serta Turki.

Komunitas Yahudi sebelumnya memang banyak bermukim di wilayah ini, kemudian terusir dan menjadi diaspora ke seluruh dunia.

Dua kejadian besar yang diiringi pembantaian dan pengusiran orang-orang Yahudi dari tanah Palestina, dilakukan oleh Kekaisaran Romawi pada tahun 132 M, dan oleh kekaisaran Bizantium Heraklius pada tahun 628-629 M.

Dalam sejarahnya, sebagaimana dikisahkan dalam Alquran, bani Israel atau keturunan Nabi Ya'kob memang akrab dengan kekerasan. Yusuf dibuang ke sumur di tengah padang pasir oleh kakak-kakak kandungnya sendiri, sehingga membuat kesedihan mendalam bertahun-tahun ayah mereka Ya'kob, yang karena banyaknya air mata yang terkuras, kemudian berujung pada kebutaan. Nabi-nabi yang lahir dari keturunan mereka sendiri berikutnya, juga banyak yang dibunuh karena tidak sesuai dengan kriteria dan selera yang mereka inginkan. Termasuk nasib Nabi Isa atau Yesus yang mengalami perkusi oleh bani Israel.

Secara teologis sebenarnya Islam adalah ajaran yang sangat moderat dan toleran. Menurut Alquran, mulai Adam, Nuh, Ibrahim, Isha,  Ya'kob, Yusuf, sampai Musa dengan kitabnya Taurat, dan Isa dengan kitabnya Injil, diakui sebagai bagian dari nabi-nabi umat Islam, sebagaimana Muhammad yang membawa Alquran.

Karena itu secara religius umat Islam harus menghormati ajaran-ajaran yang mereka bawa, sebagai bagian dari keimanan Islam.

Dalam menyebut Tuhannya pun, umat Islam sangat universal. Kata Allah (الله ) bila di-Indonesiakan berarti Tuhan Yang Maha Esa, atau Tuhan yang spesifik. Sampai-sampai Nurcholish Madjid menerjemahkannya cukup dengan "Tuhan" dengan "T" besar.

Dalam bahasa Arab kata Allah (الله) berasal dari kata illah (إله) yang berarti "tuhan", setelah mendapatkan _definite article_ al (ال ) menjadi Allah (الله ). Hal ini mirip dengan kata "god" dalam Bahasa Inggris, setelah mendapat _definite article_ "the", maka menjadi "the god". Karena itu, di dalam Alquran jelas sekali, Tuhan Muhammad merupakan Tuhan yang sama dengan Tuhannya Ibrahim, Musa, dan Isa.

Berdirinya negara Israel di tanah Palestina tahun 1948, berawal dari gerakan diaspora Yahudi yang dipimpin oleh Theodore Herzl, yang mendeklarasikan gerakan politik zionisme, yang bertujuan mendirikan negara bagi komunitas Yahudi di atas tanah Palestina. Gerakan ini dideklarasikan pada Kongres Zionis sedunia yang pertama pada tahun 1897, di kota Basel, Swiss.

Gerakan ini menemukan pintu masuk, saat Perang Dunia 1. Ketika itu Inggris yang memimpin sekutu, memerlukan dukungan politik internasional untuk mengalahkan Turki, yang bergabung dengan Jerman. Dukungan diaspora Yahudi saat itu sangat diperlukan. Karena itu, saat Herzl melobi Arthur Balfour yang menjabat Menlu Inggris, maka dua kepentingan politik bertemu.

Pada tahun 1917 deklarasi Balfour yang mengambil nama sang Menlu disampaikan ke publik, yang isinya mendukung keinginan komunitas Yahudi untuk mendirikan negara di tanah Palestina.

Ketika akhirnya Turki yang menguasai Palestina kalah dalam Perang Dunia 1, mandat Palestina beralih ke tangan Inggris. Maka sejak itu, pemerintah Inggris memfasilitasi imigrasi besar-besaran komunitas Yahudi khususnya yang berasal dari daratan Eropa, sesuai dengan janjinya.

Sebenarnya cikal-bakal negara Israel yang dideklarasikan tahun 1948, merupakan negara sekuler yang dimotori oleh para aktifis politik berhaluan Kiri. Puncak dari perjuangan mereka, terkait dengan batas negara berupa Oslo Accord, yang melahirkan konsep two states solution. Mereka bersedia berbagi wilayah dengan Palestina.

Akan tetapi, sejak kelompok politik berhaluan kanan yang dipimpin Partai Likud, yang dikomandoi Benyamin Netanyahu menguasai pemerintahan Israel, situasinya berubah.  Kelompok ini menolak konsep two states solution, hasil pemerintahan sebelumnya. Mereka menginginkan seluruh tanah Palestina, bukan sebagian sebagaimana kelompok kiri inginkan.

Bahkan kelompok fundamentalisnya menginginkan lebih luas lagi, dengan batas Yudea dan Sumeria sebutan mereka dengan bahasa Ibrani. Yang dimaksud dengan Yudea dan Sameria pada umumnya adalah wilayah yang sebelumnya disebut Palestina, termasuk Gaza dan Tepi Barat. Akan tetapi, kelompok fundamentalis kanan ada yang menafsirkannya, kira-kira sampai Sinai yang kini merupakan bagian dari wilayah Mesir, dan sungai Eufrat yang berada di Irak.

Karena itu, sulit sekali dibayangkan bagaimana Palestina bisa berdamai dengan Israel yang dikendalikan oleh kelompok kanan, yang didominasi partai-partai agama ini.  Jika pintu perdamaian sudah tertutup, apakah kita sedang menanti perang besar. Wallahua'lam.

Penulis adalah penstudi Islam dan demokrasi.




Menyongsong Kebebasan Di Saudi Arabia

Sebelumnya

Arah Perseteruan Amerika vs Iran

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga