Aedes aegypti/Freepik
Aedes aegypti/Freepik
KOMENTAR

TINGKAT keganasan nyamuk penyebab demam berdarah (Aedes aegypti) tidak ada hubungannya dengan penyebaran nyamuk Wolbachia. Diketahui bahwa karakteristik nyamuk Aedes Aegypti di daerah yang telah disebarkan Wolbachia maupun yang belum ada Wolbachia tetaplah sama.

Tanda dan gejala orang yang digigit nyamuk Aedes aegypti juga sama yaitu demam tinggi diikuti nyeri otot, mual, muntah, sakit kepala, mimisan, hingga gusi berdarah.

“Secara karakterisitik dan gejala sama. Bahkan tidak ada perbedaan jumlah nyamuk Aedes aegypti sebelum maupun sesudah Wolbachia dilepaskan,” kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu (2/3).

Kementerian Kesehatan telah memantau penyebaran Wolbachia di Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Kupang, dan Bontang, dan saat ini populasinya baru 20 persen. Idealnya, harus mencapai angka 60 persen.

“Setelah mencapai 60 persen, pelepasan ember nyamuk ber-wolbachia akan ditarik kembali, lalu hasil penurunan kasus dengue baru mulai terlihat setelah dua tahun, empat tahun, 10 tahun, dan seterusnya, seperti implementasi di Yogyakarta,” papar Maxi.

Penyebaran nyamuk ber-wolbachia terbukti efektif di kota Yogyakarta. Sejak disebar tahun 2017, Wolbachia terbukti berhasil menurunkan 77 persen angka kasus DBD.

Di Indonesia, analisis risiko diinisiasi Kemendikbudristek dan Balitbangkes Kemenkes melibatkan 20 pakar dari berbagai bidang. Hasil analisis menyebutkan pelepasan nyamuk Wolbachia memiliki risiko yang sangat rendah.

WHO telah merekomendasikan penggunaan Aedes aegypti ber-wolbachia pada tahun 2023. Namun Kemenkes tetap mengimbau masyarakat untuk melakukan pencegahan DBD dengan pemberantasan sarang nyamuk dan 3M Plus.




Bintang Puspayoga: Angka Perkawinan Anak Menurun dalam Tiga Tahun Terakhir

Sebelumnya

Lebih dari 200 Rumah Rusak, Pemerintah Kabupaten Garut Tetapkan Status Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi Selama 14 Hari

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News