Ilustrasi pengajuan pembiayaan yang disetujui/Freepik
Ilustrasi pengajuan pembiayaan yang disetujui/Freepik
KOMENTAR

MANAJEMEN risiko menjadi salah satu aspek terpenting dalam operasional bank. Di tengah volatilitas pasar, bank harus memahami risiko yang mereka hadapi dan mengembangkan strategi yang efektif untuk mengelolanya. Kegagalan dalam mengelola risiko dapat memiliki konsekuensi yang serius, bahkan hingga menutup operasi bank secara keseluruhan.

Seperti diketahui, pada 2023 ada empat bank yang dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa keuangan (OJK). Bank-bank tersebut menurut Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terpaksa harus ditutup lantaran memiliki tata kelola yang buruk sehingga bank menjadi tidak sehat.

Risk Management Division Head Bank Mega Syariah Rundi Derma Perkasa menegaskan bahwa sebagai lembaga intermediasi, risiko terbesar yang dihadapi bank adalah risiko kredit atau pembiayaan.

Untuk mengantisipasi risiko tersebut, Bank Mega Syariah menerapkan pengelolaan risiko yang didasarkan pada SE OJK no. 25/SEOJK.03/2023 dan Basel Accord serta market best practice.

Bank Mega Syariah juga telah menetapkan Risk Acceptance Criteria (RAC) untuk pengelolaan pembiayaan secara bankwide. RAC khusus juga diterapkan untuk sektor-sektor industri tertentu yang menjadi fokus bisnis pembiayaan Bank Mega Syariah.

“Pada proses pemberian pembiayaan, Bank Mega Syariah menilai risiko berdasarkan prinsip 5C, yaitu character atau integritas nasabah, capacity yaitu kemampuan membayar, capital atau modal nasabah, collateral yaitu agunan, dan condition atau prospek usaha. Selain itu, bank menerapkan four eyes principle, dimana pemberian pembiayaan melibatkan dua unit kerja yang memiliki fungsi bisnis dan risiko, kata Rundi.

Rundi juga menjelaskan pengelolaan risiko yang baik tercermin dari penilaian parameter-parameter risiko yang sesuai atau lebih baik dari appetite yang telah ditetapkan. Salah satunya adalah rasio non performing financing (NPF). Selain itu, modal bank harus menjadi perhatian untuk menyerap potensi kerugian yang mungkin timbul.

“Per akhir Desember 2023, NPF gross Bank Mega Syariah berada pada tingkat yang rendah, yaitu 0,98%. Bila dibandingkan dengan peer groups, NPF Bank Mega Syariah merupakan salah satu yang terendah. Rendahnya tingkat NPF ini mencerminkan penerapan manajemen risiko kredit yang baik. Selain itu, capital adequacy ratio (CAR) Bank Mega Syariah per Desember 2023 sebesar 30,86 persen, jauh di atas minimum yang ditetapkan sesuai ketentuan,” terang Rundi.

Selain risiko kredit, risiko operasional menjadi fokus utama yang harus diperhatikan bank, di antaranya terkait perubahan teknologi dan keamanan informasi.

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi dan meningkatnya ancaman keamanan cyber, Bank Mega Syariah telah mengambil langkah-langkah proaktif untuk mengantisipasi dan mengelola risiko terkait.

Salah satu langkah yang diambil adalah melakukan pengujian sistem dan aplikasi secara berkala untuk memastikan keandalan, kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan data yang digunakan oleh bank. Kemudian, efektivitas rencana keberlangsungan bisnis dan rencana pemulihan yang telah disusun juga diuji secara berkala.

Berkat pengelolaan manajemen yang risiko yang sangat baik, Bank Mega Syariah sukses meraih penghargaan “The Best indonesia Enterprise Risk Management VI 2024” untuk kategori bank syariah dalam ajang Indonesia Enterprise Risk Management VI Award 2024 yang diselenggarakan oleh Economic Review.

Penghargaan ini sukses diraih bank Mega Syariah untuk keempat kalinya dan menjadi satu-satunya yang menerima penghargaan tersebut untuk kategori bank syariah pada tahun ini, .

“Semoga melalui prinsip good corporate governance dan manajemen risiko yang kuat, Bank Mega Syariah dapat terus berkembang dan melanjutkan kinerja positif di tahun ini,” tutup Rundi.




Bali Tawarkan Pariwisata Baru Kolaborasi Seni, Budaya, dan Inovasi

Sebelumnya

Festival Balon Udara 2024 di Wonosobo, Suguhkan Langit Cappadocia Khas Indonesia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Horizon