Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

SELESAI salat, sang istri masih bersimpuh di sajadah. Matanya menatap punggung suaminya yang sudah beranjak. Beberapa tahun ini terjadi perubahan drastis dalam rumah tangga, salat berjamaah sangat sering diselenggarakan, khususnya Subuh, Magrib dan Isya.

Sekalipun sedang di tempat kerja, setiap Zuhur dan Ashar suaminya tidak lupa mengirim pesan atau menelpon langsung mengingatkan salat. Sang istri dan anak-anak yang dulunya terkesan agak melalaikan, menerima dengan lapang dada perubahan tersebut.

Dalam posisi masih bersimpuh di sajadah, istrinya merenung. Sekelebat pemikiran membuatnya tercenung, justru ketika sudah rajin salat kehidupan mereka masih saja miskin. Bahkan kondisi keuangan rumah tangga lebih parah dari sebelumnya, hingga ada suara-suara nun jauh di lubuk hati mempertanyakannya, apakah ini wajar? 

Sebenarnya, sangat banyak orang yang rajin salat dan memiliki kekayaan berlimpah. Sebut saja Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan. Kekayaannya saja membuat orang lain kerepotan menghitung hartanya.

Tetapi, apakah tujuan salat hanya demi memperkaya harta benda?

Ahmad Hosaini dalam bukunya Manajemen Diri, Kunci Kebahagiaan, Kebaikan, dan Keindahan dalam Islam (2021: 87-91) menguraikan tentang tujuan shalat, yaitu mengingat Allah.

Di dalam Al-Qur’an disebutkan, tujuan mendirikan salat adalah untuk mengingat Allah. Hal ini disebutkan dalam firman-Nya:

Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingatku.” (arti surat Thaha ayat 14)

Ayat di atas menggambarkan, dengan mengingat Allah hati manusia menjadi tenang dan tentram. Kenyamanan hati akan berpengaruh pada kestabilan raga dan jiwa yang merupakan sarana mencapai visi Allah dalam menciptakan manusia, yaitu menjadi pemimpin (khalifah).

Mencegah Perbuatan Keji dan Mungkar 

Tujuan salat selanjutnya adalah mencegah perbuatan keji dan mungkar. Sebagaimana Allah berfirman:

Bacalah (Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu dan tegakkanlah salat. Sesungguhnya, salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Sungguh, mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya daripada ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (arti surat Al-Ankabut ayat 45)

Dalam ayat ini Allah menegaskan, salat didirikan untuk mencegah perbuatan keji dan mungkar. Salat yang dikerjakan dengan penuh kekhusyukan dan kekonsistenan terhadap rukun-rukunnya merupakan tindakan preventif pada terjadinya sifat yang negatif. 

Hal ini juga dijelaskan dalam Ibnu Katsir (2012) bahwa sesungguhnya salat yang khusyuk, disertai hati yang tunduk, pengerjaan rukun, dan penghayatan bacaan dengan benar dan ikhlas, memiliki dampak efektif dalam mencegah perbuatan keji dan mungkar.

Salat sebagai penolong 

Salat adalah penolong bagi mereka yang mengerjakannya dengan baik dan benar. Sebagaimana firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (arti surat Al-Baqarah ayat 153)

Sabar dan salat merupakan dua pondasi untuk mendapatkan dan mengharapkan pertolongan Allah.

Demikianlah tiga poin penting yang tidak boleh terabaikan untuk dijadikan tujuan dari ibadah salat. Secara langsung, memang tidak ada hubungan antara salat dengan tujuan kekayaan harta benda, melainkan kekayaan batin itulah kekayaan sejati yang diperoleh dari ibadah. 

Salah satu dari tujuan salat adalah memperoleh pertolongan Allah Swt. Boleh jadi, pertolongan itu berupa dilapangkannya rezeki, sehingga hamba-Nya menjadi kaya raya layaknya Abdurrahman bin Auf yang legendaris itu. Namun pada hakikatnya, tujuan utama dari salat adalah kekayaan rohani. 

Orang-orang yang tidak salat lalu kaya raya juga banyak. Coba periksa daftar urutan orang terkaya di Indonesia, toh kebanyakan nonmuslim. Bahkan manusia superkaya yang belum tentu tertandingi oleh manusia-manusa lainnya adalah sosok yang sangat durhaka pada Allah, yakni Qarun.

Kunci-kunci dari gudang-gudang yang menyimpan hartanya saja tidak sanggup dipikul oleh seorang pelayan. Itu baru kuncinya, bayangkan betapa kayanya Qarun tersebut.

Jadi bagaimana memahami kondisi demikian?

Ketika seseorang rajin melaksanakan salat tetapi masih mengalami keterbatasan keuangan, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan:

Pertama, bagian dari ujian kehidupan




Hubbu Syahwat

Sebelumnya

Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur