Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

KATA FITRAH selalu menggema untuk menakar kesucian diri masing-masing di bulan Ramadan dan menjelang Idul Fitri. Umat Islam yang menunaikan ibadah puasa sebulan penuh mendapatkan kesempatan emas menemukan jati diri pada fitrah hakiki.

Jadi, seperti apa fitrah yang sejati itu?

Sejenak luangkanlah waktu memperhatikan anak kecil. Sungguh bersih jiwanya, ceria tingkahnya dan bahagia hidupnya, serta memiliki kecenderungan sangat besar terhadap kebaikan. Begitulah cerminan fitrah yang bersih dari noda-noda kotor dunia. 

Sejak pertama kali terlahir ke dunia, kita menikmati anugerah fitrah itu dan menjadi modal kebahagiaan yang tiada ternilai. Sebagaimana yang diterangkan Rasulullah Saw dalam sabdanya, “Tidaklah dilahirkan seorang anak melainkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua ibu bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR Muslim dari Abu Hurairah) 

Berikutnya, lika-liku hidup perlahan tapi pasti menyisakan karat demi karat hingga hati tak lagi jernih mencintai kebenaran. Terkadang kecintaan pada dunia itu juga menjadi tembok tebal menghalangi kedekatan hamba kepada Tuhannya.  

Kondisi ini bila dibiarkan berlarut-larut akan menggiring pada kebinasaan terhadap fitrah diri sendiri. Akibatnya, kita menjalani hidup sebagai insan yang diperbudak hawa nafsu, bukan lagi dalam bimbingan fitrah Ilahiah. 

Dan, datanglah Ramadan. Bulan pembakaran terhadap segala virus-virus yang terlanjur menggerogoti jiwa. Target mulia orang berpuasa adalah mengasah jiwa supaya kembali pada fitrah sucinya. Penemuan kembali jiwa pada fitrah suci itulah yang mesti diperjuangkan. Karena fitrah ketuhanan yang suci murni adalah milik sah kita yang sudah lama dibekali Allah pada setiap hamba-Nya.

Surat ar-Rum ayat 30, yang artinya, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah-Nya. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. 

Ayat ini mengingatkan kita supaya berkomitmen di atas fitrah suci yang telah dianugerahkan Allah semenjak dilahirkan. Tidak ada insan yang tak memiliki fitrah suci, dari itulah kita diseru supaya giat memurnikannya. 

Seluruh rangkaian ibadah Ramadan, ditujukan agar umat Islam kembali kepada asal kejadian atau dalam bahasa agama disebut fitrah. Pemilik sah fitrah sejati mempunyai kecenderungan kepada kebaikan dan kebenaran serta menolak pengaruh dari kejahatan yang bertentangan dengan fitrah itu sendiri. 

Kata fitrah terambil dari kata fathara yang berarti sifat, asal kejadian, kesucian, bakat atau tabiat. Raghib al-Isfahani dalam Ensiklopedi Hukum Islam mengatakan, fitrah adalah kekuatan dan kemampuan yang diberikan Allah kepada manusia untuk mengenal iman. Dengan itu, ia dapat mengetahui agama yang benar dan Tuhan yang menciptakannya. 

Mulia sekali keputusan Allah mengamanahkan fitrah suci agar manusia mengenal jalan keimanan. Tanpa fitrah suci manusia tidak akan kukuh mempertahankan imannya. Dengan bermodal fitrahnya pula manusia mampu memahami ajaran agama dan mempunyai kemauan untuk mengamalkannya.

Menurut Al-Biqa’i, seperti yang tercantum dalam Tafsir al-Mishbah, kemudahan mematuhi perintah Allah dan keluhuran budi pekerti, merupakan cerminan dari fitrah Islam. Semua perbuatan kebaikan, dalam arti yang sesuai dengan hukum Islam, adalah menjadi kebutuhan fitrah manusia. 

Berhasil tidaknya memurnikan fitrah di bulan Ramadan ini bisa kita rasakan sendiri. Di mana fitrah yang murni itu memudahkan kita dalam menghambakan diri pada Ilahi, tercermin dalam akhlak mulia dan ketaatan paripurna terhadap hukum-hukum Islam.

Pagi hari yang cerah, kita melangkah dengan jiwa suci yang baru saja menemukan fitrahnya yang sejati. Meski tanpa pakaian baru, walau melangkah bukan di antar kendaraan bergengsi. Namun kitalah pemenang sejati, sebab itulah kita patut bergembira kelak di Idul Fitri.

Kembali kepada fitrah menjadi kemenangan di Idul Fitri, akan tetapi menyucikan fitrah itu momentum tepatnya adalah dalam rangkaian ibadah Ramadan. Nantinya, kita tidak akan pernah meraih kemenangan Idul Fitri tanpa fitrah suci.




Menjadi Korban Cinta yang Salah

Sebelumnya

Ana Khairun Minhu

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur