Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

KEKERASAN dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual selalu menyasar anak usia dini dan remaja. KDRT dan kekerasan seksual kadang kala dilakukan karena dipicu dari trauma masa lalu, bahwa pengalaman serupa pernah dialami pelaku saat mereka masih kecil.

Mengatasi hal itu, pemerintah Selandia Baru mengucurkan dana sebesar Rp60 miliar untuk mengobat rasa patah hati remaja, sehingga mereka tidak terjerumus pada perilaku berbahaya, seperti melakukan tindak kekerasan kepada pasangan.

Lewat kampanye Love Better, pemerintah Selandia Baru ingin membantu remaja di negaranya sembuh dari rasa patah hati. Sebab, menurut survei Kementerian Pembangunan Sosial Selandia Baru, 68% dari 1.200 remaja di sana membutuhkan dukungan setelah putus cinta.

Harapannya Love Better mampu membantu remaja putus cinta lewat telepon, teks, bahkan email khusus. Menjadi tempat curhat para remaja yang memang sedang membutuhkan tempat untuk berkeluh kesah, selain dengan keluarga.

Selain dapat memberikan dampak positif bagi hubungan di masa depan, kampanye ini menjadi agenda pemerintah Selandia Baru dalam menghapuskan kekerasan seksual dan keluarga di kemudian hari.

Remaja kerap sakiti diri sendiri

Masih menurut survei, saat putus cinta remaja kerap menyakiti diri sendiri, depresi, menggunakan narkoba atau zat terlarang, cemburu, hingga menimbulkan balas dendam dan melakukan kekerasan atau perilaku seksual yang berisiko.

Karena itu, sebuah konsep dikembangkan untuk mengajak anak muda own the feels, mengakui rasa sakit mereka dan menyalurkannya dengan sesuatu yang lebih positif dan berani meminta bantuan.

Pemerintah Selandia Baru percaya, remaja adalah waktu di mana seseorang mulai mengeksplorasi perasaan dan hubungan, baik romantis maupun seksual, dan ini jadi periode tantangan di antara remaja.

Fase ini juga bertujuan untuk menunjukkan bahwa putus cinta memang menyakitkan, namun akan selalu ada jalan keluar yang bisa dilakukan tanpa merugikan diri sendiri dan orang lain.

Kampanye ini difokuskan pada pembangunan keterampilan dan pengetahuan untuk menghadapi putus cinta yang aman, sembari menciptakan komunikasi. Kemudian, menekankan hubungan antar remaja yang aman, positif, dan setara, sehingga kaum muda bisa dengan percaya diri menavigasi norma, wacana sosial, budaya, dan teman sebayanya.

Dengan begitu, remaja bisa mengidentifikasi dan menghindari pelecehan dan melakukan hubungan antar pribadi yang romantis, dengan saling mencintai.




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News