Ilustrasi majelis taklim/ mamujukab.go.id
Ilustrasi majelis taklim/ mamujukab.go.id
KOMENTAR

UMAT Islam di Tanah Air sejatinya bisa bersyukur. Di tengah era hedonis begini, di tengah hiruk pikuk jelang tahun politik 2024, seorang ketua umum partai besar justru menyenggol tema pengajian. Sungguh sebuah anugerah ketika terlontar ucapan perihal majelis tempat menimba ilmu agama.

Tidak perlu emosional jika pengajian dituding membuat para ibu menelantarkan anak-anaknya. Mari diambil hikmahnya plus pahalanya juga, semoga saja ucapan ini justru menjadi energi bagi segenap muslimah agar lebih meramaikan kajian-kajian keagamaan.

Usut punya usut, pengajian itu tidak marak begitu saja di era sekarang ini. Tatkala Nabi Muhammad masih hidup, pengajian khusus muslimah sudah diselenggarakan secara rutin.

Dan kesempatan adanya mejlis pengajian ini malah didahului aksi unjuk rasa para muslimah. Mereka berani unjuk rasa supaya disediakan pengajian khusus perempuan.

Isham bin Muhammad Asy-Syarif dalam buku Syarah Kumpulan Hadits Shahih Tentang Wanita (2006: 144) menceritakan:

Ketika itu, para muslimah betul-betul merasakan betapa pentingnya ilmu dan menjadi kebutuhan mendesak memperdalam ilmu agama, sampai-sampai salah seorang dari mereka datang meminta fatwa kepada Nabi saw. dan meminta beliau menyediakan waktu khusus bagi para perempuan  untuk belajar dan mendalami ilmu agama.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri, dia berkata, seorang perempuan datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah! Kaum laki-laki senantiasa menyimak hadismu, maka sediakanlah waktu khusus untuk kami agar dapat belajar ilmu agama kepadamu.”

Rasulullah kemudian bersabda, “Berkumpullah kalian hari ini dan ini, di tempat ini.”

Mereka pun berkumpul di tempat dan hari yang telah ditentukan, Rasulullah saw. lalu mendatangi mereka dan mengajarkan kepada mereka apa yang telah Allah ajarkan kepada beliau.

Muslim juga meriwayatkan sebuah hadis dari Aisyah, dia berkata, “Sebaik-baiknya perempuan adalah perempuan kalangan Anshar, mereka tidak merasa malu dalam mendalami ilmu agama.”

Sekiranya pengajian itu membuat ibu-ibu menelantarkan anak-anaknya, maka tidaklah mungkin Rasulullah mengizinkannya.

Tapi kenyataannya, beliau bukan hanya memperbolehkan, tapi juga tampil sebagai pengajar, dan juga mendoronng kaum perempuan lebih giat dalam menuntut ilmu.

Kiranya, bukan pengajian yang dipersoalkan, melainkan pola perlindungan dan pengasuhan anaklah yang patut ditingkatkan.

Lagi pula, anak merupakan tanggung jawab bersama ayah bunda. Artinya, suami pun harus menunjukkan cinta kasih terhadap anak dan memberi kesempatan bagi istri untuk menimba ilmu agama.

Jangan membakar seluruh isi lumbung hanya disebabkan seekor tikus. Apabila ada satu kasus anak terlantar, jangan hanya sang ibu yang disorot, dan makin melenceng jika pengajian malah disalahkan. Jauh sekali melencengnya!

Justru dengan pengajian, ibu-ibu dapat memahami tuntunan Allah dan Rasulullah dalam kehidupan rumah tangga.

Malah pada pengajian, ibu-ibu dapat menggali tata cara menjadi orangtua yang dianjurkan oleh agama. Terlalu besar faedah pengajian, dan tidaklah pantas dijadikan kambing hitam atas persoalan yang berpangkal dari kelemahan individu.

Perkara pengasuhan anak memang tidak boleh terabaikan, tetapi bukan dijadikan alasan menghambat kaum perempuan menimba ilmu agama. Apapun persoalannya, tetap ada solusi yang dapat ditemukan, asal seluruh keluarga mau menjadikan keberadaan anak sebagai tanggung jawab bersama, dan tidak ditimpakan pada ibu seorang.

Mari kita mencoba memahaminya secara bijaksana.

Lantas bagaimana dengan sosok yang terlanjur mengucapkan kata-kata yang demikian mengguncang?

Jika mau diteliti, tokoh perempuan itu akhirnya mengatakan: “Boleh (pengajian), bukan berarti tidak boleh, saya juga pernah pengajian, kok!”

Nah, beliau bisa mencoba mengikuti pengajian secara teratur. Insya Allah faedahnya bukan hanya menambah ilmu agama melainkan juga memberinya energi spiritual.

Beruntunglah orang-orang yang diberi kesempatan menimba ilmu agama, karena tidak seorang pun tahu kapan ajal akan berpisah dari raga. Semoga sebelum itu terjadi, kita memang sudah memperbanyak bakal pengetahuan keislaman. (F)




Ana Khairun Minhu

Sebelumnya

Hubbu Syahwat

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur