Jumpa pers Ninik Rahayu, Ketua Dewan Pers baru/Farah.id
Jumpa pers Ninik Rahayu, Ketua Dewan Pers baru/Farah.id
KOMENTAR

KEMERDEKAAN pers di Indonesia masih harus diperjuangkan, karena banyak tantangan yang datang dan harus diselesaikan. Terutama tahun ini, menjelang pemilu serentak yang dilaksanakan pada 2024.

Guna menghadapi tantangan itu, Dewan Pers mengajak sejumlah pihak berkolaborasi menegakkan kemerdekaan pers, sekaligus menjaga kemerdekaannya dari para ‘penumpang gelap’.

“Kemerdekaan pers perlu didukung oleh masyarakat yang berani dan terbuka, pemerintah yang terbuka dan akuntabel, juga penegak hukum yang responsif. Kemerdekaan pers juga membutuhkan dukungan dari presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, termasuk dalam lingkup regulasi yang berpotensi memunculkan kemunduran dan stagnasi dalam kemerdekaan pers,” kata Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, dalam jumpa pers yang digelar di Gedung Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta, Selasa (17/1).

Tidak hanya dukungan dari berbagai pihak, komunitas pers nasional juga diminta untuk menjunjung tinggi etika dan bekerja dengan penuh integritas, guna memerangi konten yang tidak bertanggung jawab dan memecah belah.

Dalam kontestasi 2024, pers harus mampu menjadi solusi bagi publik dengan memberikan informasi yang akurat, bertanggung jawab, dan sesuai kode etik jurnalistik. Tujuannya, agar publik tidak salah dalam memilih pemimpin, dan pers mampu menjaga iklim demokrasi yang sehat.

“Karena karya jurnalistik adalah buah dari pelaksanaan fungsi pers, hendaklah berkontribusi untuk mengokohkan pilar demokrasi. Bukan sebaliknya, digunakan sebagai sarana untuk meruntuhkan demokrasi,” kata Ninik yang baru saja terpilih, menggantikan Ketua Dewan Pers sebelumnya, Azyumardi Azra, yang wafat September 2022.

Berbicara tentang kemerdekaan pers, dalam satu tahun terakhir Ninik mengaku telah mengalami kemajuan, seperti pada aspek ligitasi dan legislasi. Begitu pula dalam aspek regulasi, telah ada kesamaan persepsi tentang penegakan UU Pers, setidaknya antara kepolisian dan pengadilan (polisi dan hakim).

Hal ini terlihat dari Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang ditandatangani pada 10 November 2022 sebagai tindak lanjut dari Nota Kesepahaman (MoU0 Dewan Pers dan Polri pada Maret 2022. PKS tersebut mengatur tentang jika terjadi kasus pers yang dilaporkan ke pihak berwajib, maka polisi merekomendasikannya kepada Dewan Pers untuk ditangani berdasarkan UU Pers.

“Kemundurannya, sampai saat ini pers masih sulit mendapat akses informasi dan bebas dari ketakutan serta kekhawatiran dalam menyebarluaskan gagasan dan infromasi. Pers juga kehilangan jaminan perlindungan, sehingga fungsi kontrol sosialnya sangat minim. Itu PR yang harus diselesaikan,” demikian Ninik.




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News