Farah.id/Laura
Farah.id/Laura
KOMENTAR

KASUS penculikan, kekerasan, penganiayaan, eksploitasi, hingga pelecehan seksual terhadap anak di Indonesia, sudah sangat mengkhawatirkan. Menurut data yang dikeluarkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), angka kasus penculikan anak sepanjang 2022 sebanyak 28 kasus. Jumlah ini meningkat hampir setengahnya dari tahun sebelumnya, yaitu 15 kasus.

Baru awal tahun saja, tiga kasus penculikan anak sangat menyita perhatian public. Sebut saja MA (6 tahun), yang diculik pada 7 Desember 2022 di daerah Gunung Sahari, Jakarta Pusat. MA berhasil ditemukan di daerah Ciledug, Senin (2/1) malam bersama pelaku, Iwan Sumarno (42 tahun).

Lalu kasus penculikan AS, warga Kota Cilegon, Banten, yang diculig di sebuah warteg di Kota Baja, Senin (2/1) sekitar pukul 17.00 WIB. Hingga saat ini, anak malang tersebut belum ditemukan.

Kasus penculikan paling tragis dialami seorang anak berusia 11 tahun di Makassar. Ia diculik oleh dua remaja yang kemudian menghilangkan nyawanya dengan tujuan ingin menjual organ tubuh korban.

Sungguh miris membacanya dan tidak bisa dibayangkan jika itu terjadi pada anak-anak kita, buah hati kesayangan kita.

Pemerhati anak Retno Listyarti menilai, pencegahan kekerasan hingga penculikan pada anak merupakan upaya kolaboratif yang harus dilakukan orangtua, lingkungan, dan didukung pemerintah.

“Kekerasan pada anak, penculikan, eksploitasi, ini menjadi PR kita bersama, khususnya orangtua. Memang tidak mudah menjadi orangtua, karena tidak pernah ada sekolahnya. Tetapi, menjadi orangtua juga wajib memiliki insting bagaimana melindungi anak,” kata Retno.

Waspada penculikan anak

Mengutip data yang dikeluarkan Kemen PPPA lewat akun Instagram resminya, berdasarkan Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021 menunjukkan prevelensi kekerasan fisik terjadi pada 14 dari 100 anak laki-laki dan 11 dari 100 anak perempuan.

Usia korban kekerasan berada pada rentang 13 hingga 17 tahun, dan terjadi baik di perkotaan maupun pedesaan, sepanjang hidupnya. Kemudian, sebanyak 16 dari 100 anak laki-laki dan 7 dari 100 perempuan usia 18 hingga 24 tahun mengalami kekerasan fisik.

Adapun jenis kekerasan fisik yang sering terjadi pada anak adalah:

  1. Ditonjok/ditendang/dipukul. Terjadi pada 14,75% anak laki-laki berusia diantara 18-24 tahun. Pada anak perempuan, sebanyak 6,21% anak dengan rentang usia 18-24 tahun, mengalami kekerasan serupa. Mereka mengaku, kekerasan tersebut diterima sebelum menginjak usia 18.
  2. Diserang dengan pisau atau senjata lain.
  3. Dicekik, dibekap, hingga dibakar.

Yang lebih mengejutkan, pelaku tindak kekerasan tersebut adalah orang terdekat, seperti keluarga atau teman sebaya.

“Para orangtua perlu melakukan pengawasan terhadap anak-anak di area publik, untuk mencegah terjadinya penculikan. Orangtua harus mengajarkan anak agar tidak mudah terbujuk rayu dan iming-iming pemberian dari orang lain, serta mampu menolak ajakan orang tidak dikenal,” pesan Menteri PPPA Bintang Puspayoga.




Bintang Puspayoga: Angka Perkawinan Anak Menurun dalam Tiga Tahun Terakhir

Sebelumnya

Lebih dari 200 Rumah Rusak, Pemerintah Kabupaten Garut Tetapkan Status Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi Selama 14 Hari

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News