Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

BERHATI-hatilah, jangan pernah menganggap remeh yang namanya ghibah. Terlebih pergunjingan itu kini lebih luas ekspansinya, selain di dunia nyata juga merebak lebih dahsyat di dunia maya.

Setan itu lihai sekali melenakan manusia, dibuatnya insan terbuai dengan amalan-amalan baik, sehingga meremehkan dosa ghibah. Sementara itu, kerusakan yang ditimbulkan oleh ghibah justru mengerikan. Banyak korban ghibah yang binasa kehidupannya.

Mushtafa Murod dalam buku 1001 Kesalahan dalam Ibadah dan Muamalah (2009:43) menguraikan, banyak manusia teperdaya oleh bujuk rayu dunia yang fana ini. Di antara mereka, ada yang selalu melakukan kemaksiatan dan ketaatan, namun kemaksiatannya lebih besar dibanding ketaatannya.

Mereka mengira kebaikannya lebih banyak, sebagian lainnya mengira ketaatannya lebih besar dibanding kemaksiatannya. Ini disebabkan dirinya hanya menghitung amal kebaikan, tanpa menghitung kemaksiatan yang telah dilakukannya.

Misalnya, seseorang yang selalu berzikir dan bertasbih seratus kali dalam sehari, namun di siang harinya melakukan ghibah dan menceritakan aib kaum muslimin. Dirinya hanya melihat keutamaan berzikir dan pahala yang kelak diterimanya, tanpa melirik dan melihat dosa atas ghibah dan perbuatan buruk lainnya.

Ghibah itu benar-benar buruk. Kerusakannya tidak hanya pada diri sendiri, tapi dan juga orang-orang di sekitar. Saking buruknya, petaka yang ditimbulkan oleh

ghibah melebihi dari apa yang dibayangkan oleh pelakunya.

Abuddin Nata dalam buku Islam dan Ilmu Pengetahuan (2018: 326) menjelaskan, ghibah (menggunjing) dapat menghancurkan kepribadian batin si pengghibah. Orang yang melanggar jalan alami pemikiran itu akan kehilangan keseimbangan pikiran dan system perilaku yang luhur, di samping merugikan perasaan orang dengan mengungkap rahasia dan kesalahan mereka. Bila kita renungkan kerugian sosialnya, akan kita temukan bahwa ghibah telah menimbulkan kerusakan besar pada para anggota masyarakat.

Tidak ada yang benar-benar mampu menakar besarnya kerugian yang diakibatkan dari ghibah. Terlalu banyak orang yang dirugikan dari gunjing yang meluncur dari lidah tak bertulang. Ibarat puncak gunung es, sesungguhnya dampak dari ghibah yang tidak terlihat jauh lebih besar.

Amal-amal kebajikan yang kita lakukan memang bagus-bagus saja, tapi jangan sampai membuat kita malah meremehkan ghibah. Utang bisa dilunasi, tapi bagaimana membayar ghibah?

Ghibah (gunjing) yang begitu mulus meluncur dari lisan dapat menyakiti perasaan orang. Kemudian, karena rahasia dan kesalahannya tersingkap, orang-orang korban ghibah itu bisa terpukul mentalnya.

Ada yang tak mampu memikul beban, sehingga di antara korban ghibah mencoba untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Bagi korban ghibah yang masih hidup, kondisinya bisa lebih buruk dari kematian.

Di antara korban ghibah itu, hancur hidupnya, bersama remuknya mental mereka. Di atas berbagai dampak buruk ghibah (yang sering tidak terdeteksi itu), mampukah kita membayarnya? Dengan apa kita melunasi dari segala petaka buruk yang dihasilkan oleh ghibah?

Bagaimana nanti kelak di mahkamah akhirat kita dapat mempertanggung-jawabkan kotornya dosa ghibah? Apakah cukup dengan memotong nilai pahala kita sendiri?

Nah, kalau kita justru minus pahala dan juga bertimbun dosa, bagaimana lagi caranya membayar dampak ghibah itu?

Ghibah tidak akan pernah menjadi perkara sederhana. Gunjing bukan sekadar masalah lisan. Sebab banyak kerusakan bahkan kehancuran yang diciptakannya, yang entah bagaimana caranya membayarnya. Dari itu, jauhilah ghibah!




Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Sebelumnya

Ya Allah, Aku Belum Pernah Kecewa dalam Berdoa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur