Anak-anak dari perempuan ISIS belajar di pusat pendidikan di Hasakah, Suriah/ MEE
Anak-anak dari perempuan ISIS belajar di pusat pendidikan di Hasakah, Suriah/ MEE
KOMENTAR

INI kisah anak-anak dari para perempuan mantan anggota ISIS yang dipenjara di Hasakah, Suriah. Mereka berusia 2 hingga 12 tahun.

Di satu kelas misalnya, ada sekitar 20 anak berusia 8 hingga 10 tahun. Mereka lebih suka bermain, tak betah lama-lama belajar.

Salah satunya Kahina (9) yang berkebangsaan Inggris. Ibunya, mantan anggota ISIS dipenjara di Hasakah setelah ditangkap di kamp Al-Hol.

Anak-anak itu berasal dari banyak negara, berbicara dalam bahasa yang berbeda-beda. Itu yang membuat tiga pengajar kewalahan. Ada yang mampu berbahasa Arab dengan baik, ada yang tidak bisa sama sekali.

Dilansir dari Middle East Eye (29/8/2022), anak-anak itu ada yang berasal dari Maroko, Tunisia, Prancis, Turki, Uzbekistan, juga Indonesia.

Lima kali dalam seminggu, sebanyak 71 anak dibawa keluar dari sel tempat mereka tidur dengan ibu mereka menuju pusat pendidikan. Kelas dimulai pukul 9 pagi.

Pusat pendidikan itu dibangun otoritas Kurdi setempat pada tahun 2020 untuk merawat anak-anak dari perempuan yang terlibat ISIS.

Menurut Human Rights Watch, banyak dari perempuan tersebut adalah WNA yang ditahan tanpa kerangka hukum; tanpa pengadilan dan tanpa akses ke pengacara.

Ribuan anggota ISIS masih berada di timur laut Suriah. Mereka ditahan oleh Syrian Democratic Forces (SDF); sebagian berada di penjara dan sebagian lagi berada di kamp bersama ribuan anak mereka.

"Kami tidak bisa membiarkan anak-anak ini menghabiskan 24 jam setiap hari di penjara bersama ibu mereka. Itu tidak adil, mereka adalah anak-anak yang tidak bersalah," kata kepala pusat pendidikan, Dina.

Namun Dina dan staf pengajar lain kerap mengalami kesulitan mengurus peserta didik mereka.

"Kami mencoba mengajarkan anak-anak tentang nilai kemanusiaan. Tapi ketika mereka pulang kembali ke sel penjara, ibu mereka memberi tahu untuk tidak mempercayai kami karena kami dianggap kafir," kata Dina.

Anak-anak mendekam di penjara untuk waktu yang tidak ditentukan. Ada yang baru tiba, ada yang sudah berada di sana selama hampir satu tahun.

Banyak anak menderita trauma setelah melihat keluarga mereka meninggal dunia dalam serangan udara. Banyak pula yang diindoktrinasi oleh ibu mereka tentang ideologi ISIS.

Baru-baru ini, pusat pendidikan di Hasakah mendapat ancaman pembunuhan dari sel-sel ISIS yang masih bertahan di Suriah. Kepala pendidikan dan para guru pun harus meninggalkan tugas mereka dan digantikan orang lain.

Meski demikian, pembelajaran di pusat pendidikan membuahkan hasil terutama pada anak-anak bungsu. Mereka senang menyanyi dan menggambar.

"Saya bisa merasakan bagaimana anak-anak bahagia saat masuk ke ruang belajar, dan mereka menjadi lebih baik. Namun ketika kelas usai, dan mereka disuruh kembali ke sel penjara, mereka tidak mau. Mereka ingin tinggal dan bermain seperti semua anak di dunia," ujar salah satu staf.

SDF tidak punya cukup dana untuk merawat anak-anak dari berbagai negara tersebut.

"Setiap negara harus membawa kembali anak-anaknya. Ini akan sangat melegakan. Jika mereka tetap tinggal, mereka akan membalas dendam," pungkas Dina.




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News