KOMENTAR

HIDUP di zaman now, setiap orang dituntut untuk bisa santuy. Sekilas, kata yang merupakan plesetan dari kata santai itu terdengar sepele. Namun bagi sebagian orang, kata santuy punya kekuatan dahsyat. Kata itu menggambarkan bagaimana seseorang bisa merasa bahagia dalam keadaan tersulit sekali pun.

Sementara "santun", Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikannya sebagai alus dan baik (budi bahasa, tingkah laku), sabar dan tenang, sopan, penuh rasa kasihan, suka menolong.

Lantas, apa hubungannya santuy dengan santun?

Sebagai makhluk sosial yang harus menjaga hablumminannas dengan baik, santun mestilah hadir melengkapi santuy.

Bersikap santuy memang privilege setiap orang. Namun jika semua orang memilih untuk memperhatikan hanya kepentingan dirinya sendiri, pasti akan bergesekan dengan kepentingan orang lain di sekitarnya.

Ambil contoh saat kita berada di ruang publik. Ada orang yang beranggapan bebas melakukan apa pun di ruang publik. Dia lupa bahwa ada orang lain di sekelilingnya yang juga berhak mendapat kenyamanan yang sama.

Ruang publik adalah tempat di mana setiap individu harus bisa saling menghormati dan menghargai kepentingan orang lain. Artinya, tak bisa sekadar santuy, kita pun harus bersikap santun.

Atau ketika mengunggah konten media sosial, sikap santuy bisa menyakiti orang lain, merugikan orang lain, atau tanpa disadari sebenarnya justru merendahkan kemuliaan diri kita sendiri.

Sikap santun, dalam Islam kita sebut sebagai akhlak. Inilah hal kasat mata yang tampak dari seorang Muslim. Akidah yang menjadi keyakinan ada di dalam hati. Namun akhlak tergambar jelas dari tutur kata dan tingkah laku.

Prof. Quraish Shihab dalam buku "Yang Hilang dari Kita; Akhlak" menyatakan bahwa Islam adalah akhlak yang luhur. Dengan akhlak atau sopan santun, akan tercipta keharmonisan hubungan dan kedamaian di bumi.

Menurut peraih gelar doktoral bidang tafsir Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir tersebut, sopan santun akan menghindarkan manusia dari permusuhan, bahkan mengubah permusuhan menjadi pertemanan yang akrab.

Prof. Quraish mengutip ayat ke-34 surah Fushilat, "Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan) itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia."

Akhlak tidak tergantung dari terpelajar atau tidak terpelajarnya seseorang.

Sikap santun tidak tergantung dari status ekonomi seseorang. Ada orang miskin harta, kaya akhlaknya. Ada yang kaya harta, miskin akhlaknya. Setiap kita tentu ingin menjadi orang yang kaya harta dan kaya akhlak untuk bisa bahagia di dunia dan akhirat.

Jadi, santuylah tanpa melupakan santun.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur