Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

NGERI-ngeri sedap rasanya kalau perdebatan sudah berkaitan dengan dahsyatnya teknologi.

Karena yang terjadi bukan hanya mempermudah hidup manusia, malah teknologi juga merubah pola kehidupan itu sendiri. Dan jangan terkaget-kaget ketika Ka’bah yang demikian sakral sebagai kiblat ikut dijamah oleh pesatnya teknologi. Sehingga muncul kehebohan terkait Ka’ bah metaverse.

Apakah itu?

Kini Ka’bah hadir dalam rupanya yang asli, ya asli versi virtual sih! Bahkan, Hajarul Aswad dapat disentuh secara metaverse. Kemewahan ini dapat dinikmati dari rumah tanpa jauh-jauh terbang ke Arab. Teknologi realitas virtual atau VR ini semula memang ingin memudahkan orang menyentuh Hajar Aswad. Namun, yang kemudian heboh adalah Ka’bah metaverse, disertai berbagai kontroversi yang menyemarakkannya.

Siapa sih yang berani-beraninya menampilkan Baitullah secara metaverse?

Usut punya usut, pihak berwenang di Arab Saudi lah yang menghadirkan Ka’bah metaverse. Jadi, ini bukanlah keisengan pihak-pihak yang lagi nakal ya!

Niatnya juga cukup menakjubkan, dengan adanya Ka’bah metaverse siapapun dapat menyentuh bahkan mencium Hajarul Aswad. Kita sama-sama tahu, di tengah kepungan lautan manusia, nyaris mustahil menyentuh batu suci tersebut. Nah, bagus toh niatnya!

Hanya saja akal manusia yang demikian dinamis juga memikirkan beberapa alternatif, bagaimana kalau sekalian ibadah umrah dan haji dilakukan secara metaverse?

Ide ini bukan hanya mengirit biaya jadi supermurah, tetapi membuka peluang berhaji bagi seluruh kaum muslimin. Apalagi antrian ibadah haji sudah kian mengerikan, banyak orang yang harapan berhaji pupus karena keburu dikejar ajal. Ya, tidak banyak juga toh orang yang mampu bertahan dalam daftar antrian haji dua puluh hingga tiga puluh tahun lebih.

Nah, hadirnya Ka’bah metaverse digadang-gadangkan sebagai solusi bagi ibadah yang menyempurnakan rukun Islam kelima itu. Dan seandainya kalau ibadah model begini terjadi, maka jangan heran bila muncul titel (HM) haji metaverse!

Dan harapan itu tampaknya akan sulit mendapat restu, karena ulama-ulama dari berbagai penjuru dunia kompak tidak menerima konsep umrah atau pun haji metaverse.

Penolakan ulama terhadap haji metaverse sekilas kurang peka dengan makin beratnya ibadah ini.

Lantas bagaimana dong?

Ya, berat bukan berarti ada orang yang boleh merubah syariat Islam, tidak ada satu pun yang berhak mengutak-atik ketentuan Allah dan Rasulullah.

Ngomong-ngomong tentang berat, memang haji bukanlah ibadah yang mudah. Al-Qur’an yang menyebutkan betapa beratnya ibadah haji, pantas deh dijadikan ibadah penyempurna.

Surat Al-Hajj ayat 27, yang artinya, “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.”

Terang sekali ayat ini menyinggung soal dhamir atau unta yang kurus, dan jadi makin menarik apa yang diterangkan oleh Muhammad Amin Suma dalam Tafsir Ahkam (2016: 147) bahwa, dhamir (unta kurus): al-Tahayyuf al-Hazil, menjadi kurus perlahan-lahan. Yang dimaksud di sini ialah bahwa unta yang dijadikan kendaraan oleh jamaah haji itu lambat laun menjadi kurus karena kelelahan lantaran perjalanan yang teramat jauh.

Unta saja dapat menjadi kurus akibat perjalanan jauh yang tentunya teramat berat. Bayangkan, betapa beratnya pula bagi yang jalan kaki berhaji?

Haji memang berat. Lagi pula, bila tanpa perjuangan berat, tidaklah kita akan meresapi manisnya ibadah tersebut. Haji metaverse yang ditolak oleh mayoritas ulama itu, akan menghilangkan kesempatan bagi kita meresapi manisnya ibadah melalui pekerjaan keras.

Oleh sebab itu, apapun halangan dan rintangan dalam mengusung niat berhaji, janganlah sampai mematahkan semangat kita. Mekah memang jauh, tetapi kita dapat berkendara kesana, atau bahkan jalan kaki, kalau kuat ya! Antrian berhaji memang luar biasa lamanya, tetapi dengan semangat pantang menyerah, insyallah ibadah ini akan terbuka lebar peluangnya.   

Ngomong-ngomong, Nabi Muhammad tak kalah berat halangan dirinya dalam berhaji. Di Hudaibiyah rombongan beliau terpaksa mundur lagi ke Madinah gegara halangan musyrikin Mekah. Bahkan hanya satu kali saja Rasul beribadah haji.

Sekian lama terhalang menunaikan ibadah haji, Rasulullah tidak pernah membuat opsi lain dalam berhaji. Tidak ada tuh Ka’bah tandingan atau pun cara-cara lain sebagai pengganti haji. Intinya, berhaji itu adalah mengahdirkan jiwa raga di Ka’bah, Arafah dan lainnya.

Kita paham betapa beratnya perjuangan berhaji, terlebih antrian puluhan tahun yang bagaikan tidak masuk akal. Akan tetapi beratnya perjuangan itu bukanlah berarti kita mencari opsi alternatif berhaji, melainkan kita fokus memikirkan solusi dari inti masalahnya.

Pembahasan tidak dapat kita hentikan sampai di sini saja, karena setiap ide adalah saripati pemikiran yang berharga dan perlu dicarikan muara faedahnya.




Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Sebelumnya

Ya Allah, Aku Belum Pernah Kecewa dalam Berdoa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur