Sesungguhnya manusia itu tidak terlepas dari dua kelemahan dirinya; kesalahan dan kealpaan. Karena terlupa akhirnya menjadi tersalah. Karena teramat cinta, jadinya malah menjadikannya menderita/ Net
Sesungguhnya manusia itu tidak terlepas dari dua kelemahan dirinya; kesalahan dan kealpaan. Karena terlupa akhirnya menjadi tersalah. Karena teramat cinta, jadinya malah menjadikannya menderita/ Net
KOMENTAR

MALAM makin larut dan dingin, sang istri terus mendesak. Suaminya tetap mengelak, “Sudahlah, malah sudah larut. Kan bisa besok-besok!”

Istrinya tidak mau diam, dan terus mendesak. Pokoknya yang satu ini harus tuntas malam itu juga. Dengan susah payah, akhirnya suami dapat memuaskan rasa penasaran istri.

Memangnya ada perkara apa hingga larut malam istri terus mendesak?

Sang istri teramat detail perkara keuangan. Tidak sepeser pun uang yang luput dari catatan dirinya. Malam itu, suami terlupa ada uang Rp 1.000 yang terpakai entah untuk apa. Tetapi bagi istri, terlebih dalam situasi pandemi yang berujung guncangan ekonomi begini, tidak ada uang yang boleh terlupa.

Begitulah, istrinya benar-benar ketat dalam keuangan, dan cermat mengelolanya. Lambat laun suaminya pun kesal, sampai pernah bergumam, “Tampaknya saya salah mencari istri!”

Akhirnya kalimat yang cukup ekstrim itu terloncat dari mulutnya dalam acara pertemuan informal bapak-bapak. Teman-teman karibnya itu suka membuat lelucon, sang suami siap mental akan dijadikan bahan tertawaan. Lagi pula dirinya memang tidak tahan juga memendam beban batin, maka terloncatlah pengakuan itu dari mulutnya.

Aneh, kumpulan bapak-bapak itu tidak menertawakannya, kejadian tidak seperti yang dibayangkannya.

Kok bisa?

Bapak-bapak itu malah menyebut pernikahannya bukan kesalahan, dan istrinya yang superketat dalam keuangan itu malah suatu keuntungan. Dengan kecermatan istrinya, meski penghasilan suami tidaklah tinggi, keluarganya memiliki rumah, mobil dan beberapa kontrakan. Anak-anaknya mendapat pendidikan terbaik di sekolah-sekolah berkualitas, bahkan secara rutin mereka menikmati liburan. Keluarganya tidak punya hutang sama sekali, sebab memiliki keuangan yang sehat.

“Lagi pula istrimu tidak pelit toh!” kata temannya.

Ya, sang suami dapat menikmati kehidupan yang layak bersama keluarganya. Apakah dirinya melihat sikap istrinya itu sebagai kesalahan?

Ini balik lagi bagaimana cara kita memandangnya, pro kontra dapat terjadi di sini. Sah-sah saja toh berbeda pendapat?

Apabila sang suami melihat cara istri suatu kesalahan, karena mengganggu istirahat malamnya, maka caranya itulah yang perlu diperbaiki dan disepakati bersama. Bukan gara-gara satu hal yang dianggap salah, lalu orangnya langsung dicap buruk. Tidak bijaklah kalau begitu!

Sesungguhnya manusia itu tidak terlepas dari dua kelemahan dirinya; kesalahan dan kealpaan. Karena terlupa akhirnya menjadi tersalah. Karena teramat cinta, jadinya malah menjadikannya menderita.

Kesalahan itu amatlah manusiawi, setiap manusia akan melakukannya cepat atau lambat. Karena sepaket bersama kesalahan dan kealpaan itu pula manusia dicetak oleh Yang Maha Kuasa.

Tetapi ingatlah pesan Bang Rhoma Irama:

Tapi kalau selalu salah
Itu sih bukan lupa
Tapi kalau selalu lupa
Itu mah disengaja

Ada pula orang yang beranggapan, manusia hadir di muka bumi ini karena suatu kesalahan. Andai, Adam dan Hawa tidak memakan buah terlarang, Khuldi, jadinya manusia masih berada di surga.

Tentunya perlu direnungkan dulu surat Al-Baqarah ayat 30, yang artinya, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”

Secara tegas Allah menyebutkan bahwa Dia akan menciptakan khalifah (pemimpin) di muka bumi ini. Ini ditegaskan-Nya kepada para malaikat sebelum penciptaan Adam lho!

Jadi, sedari awalnya diciptakannya leluhur manusia yaitu Adam memang untuk turun ke bumi sebagai khalifah. Perkara adanya kasus kesalahan memakan buah terlarang, Khuldi, hanyalah menjadi jalan untuk melaksanakan agenda utama bagi manusia memimpin peradaban di bumi.

Terkait termakannya buah Khuldi, karena terpedaya bujuk rayu iblis, Adam dan Hawa sudah bertobat dari kesalahan dan Tuhan pun telah mengampuni keduanya. Jadi, baiknya jangan salahkan Adam dan Hawa, karena tujuan penciptaan manusia memang untuk hadir di bumi ini.

Hikmahnya juga ada, jelas sekali ada!

Di bumi ini manusia mengasah dirinya dalam perjuangan hidup, memotivasi dirinya memperbanyak amal kebajikan, terus menabung pahala, sehingga kembali lagi masuk surga, suatu tempat yang di sana bermula leluhur kita, Nabi Adam.




Hubbu Syahwat

Sebelumnya

Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur