Sejumlah perempuan yang berdemo di kota Kabul, Rabu (8/9/21) waktu setempat. Para demonstran memprotes pengumuman susunan pemerintah sementara tanpa menyertakan perempuan/ Net
Sejumlah perempuan yang berdemo di kota Kabul, Rabu (8/9/21) waktu setempat. Para demonstran memprotes pengumuman susunan pemerintah sementara tanpa menyertakan perempuan/ Net
KOMENTAR

KELOMPOK Taliban menggunakan cambuk dan tongkat menghadapi sejumlah perempuan yang berdemo di kota Kabul, Rabu (8/9/21) waktu setempat. Para demonstran memprotes pengumuman susunan pemerintah sementara tanpa menyertakan perempuan.

Berdasarkan video yang diterima CNN, para demonstran tampak terus-menerus meneriakkan "Hidup perempuan Afghanistan!" sambil mengangkat poster-poster berisi protes mereka.

Ada poster bertuliskan Tidak ada pemerintahan yang bisa mengabaikan perempuan juga Saya tidak akan pernah berhenti menyanyikan kebebasan. Ada pula poster dengan foto seorang polisi wanita yang sedang hamil yang beberapa hari lalu terbunuh di provinsi Ghor (Taliban mengklaim tidak terlibat dalam kematian polwan tersebut).

Saksi mata bahkan mengatakan kelompok Taliban tak segan memukul para jurnalis yang meliput demonstrasi tersebut.

Ini merupakan aksi terbaru para aktivis perempuan yang makin berani dan terbuka menentang aturan Taliban. Para perempuan berhijab bergabung sejak Selasa, menjadikan demonstrasi ini menjadi yang terbesar sejak Taliban merebut kekuasaan bulan lalu. Ratusan perempuan ini berdemonstrasi di hadapan anggota Taliban yang bersiap dengan senjata.

Beberapa demonstrasi dalam skala yang lebih kecil juga berlangsung beberapa kali dalam satu minggu lalu baik di Kabul maupun di beberapa daerah lain. Mereka menuntut persamaan hak dalam berbagai unjuk rasa tersebut.

"Kami berkumpul di sini memprotes pengumuman terbaru dari pihak berkuasa yang tidak memasukkan perempuan dalam jajaran pemerintahan," ujar salah seorang demonstran.

"Mereka mencambuk beberapa dari kami, menyuruh kami pulang dan menerima pemerintahan yang telah ditetapkan. Mengapa kami harus menerima pemerintahan yang tidak menyertakan perempuan dan tidak memenuhi hak perempuan?" tegas perempuan tersebut sambil mengangkat poster berisi tulisan "Pemerintahan tanpa perempuan adalah pecundang".

Demonstran itu juga menyerukan pembebasan terhadap para jurnalis yang ditahan Taliban karena menjalankan tugas mereka. "Semua laki-laki yang bertugas sebagai jurnalis ditangkap. Mengapa? Dan sampai kapan ini akan berlangsung?"

Dua di antaranya adalah reporter Etilaatroz, Taqi Daryabi dan Neamat Naqdi, yang ditahan di ruangan berbeda lalu dipukuli. Keduanya kemudian dibawa ke rumah sakit untuk perawatan.

Perempuan lain dalam demonstrasi itu menambahkan bahwa Taliban tidak bisa berubah. "Kami meminta bantuan pada komunitas internasional yang selama 20 tahun ini mencoba memberi hak-hak kami, dimanakah mereka saat ini?"

Para perempuan itu juga menceritakan seorang remaja berusia 16 tahun yang disiksa karena menyaksikan demonstrasi tersebut dalam perjalanan menuju sekolah. Anak itu dipukuli sekujur tubuhnya masih dalam keadaan tas menggantung di punggungnya. Anak itu berhasil lari, tapi beberapa anggota Taliban mengejarnya.

Demonstrasi tersebut terjadi di area Dasht-i-Barchi, satu area di Kabul yang sebagian besar dihuni etnis minoritas Syiah Hazara yang memang menjadi target Taliban di masa lalu.

Kekerasan yang dilakukan Taliban kepada para demonstran mendapat kecaman keras dari banyak pihak, termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch.

Pemerintahan tanpa perempuan ini berlawanan dengan janji Taliban saat merebut kekuasaan. Mereka menjanjikan pemerintahan inklusif dan aturan Islam yang lebih moderat dibandingkan yang mereka terapkan 20 tahun silam.

"Kami mewakili seluruh warga Afghanistan, berbicara untuk semua warga Afghanistan, dan perjuangan kami adalah perjuangan semua warga Afghanistan. Kami tidak mewakili satu kelompok atau etnis tertentu," ujar Zahibullah Mujahid, juru bicara Taliban saat mengumumkan susunan pemerintah sementara, Selasa (7/9/21) waktu setempat.

Menanggapi kontradiksi antara ucapan dan perbuatan Taliban, Fawzia Kofi—juru runding sekaligus aktivis hak perempuan menuduh tokoh senior Taliban mengobral janji tentang hak perempuan—tidak ada halangan perempuan untuk menduduki jabatan menteri atau perdana menteri—hanya untuk meraih dukungan politik.

The National Resistance Front in Afghanistan (NRF), sebuah kelompok anti-Taliban menyebut kabinet transisi yang dibentuk Taliban adalah ilegal serta mengancam stabilitas dan keamanan Afghanistan, kawasan, juga dunia.

NRF juga menegaskan bahwa pemerintahan yang sah, demokratis, dan mempunyai legitimasi hanya dapat terwujud dengan suara rakyat melalui pemilihan umum, yang juga dapat diterima masyarakat internasional.




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News