Aktivis Kemanusiaan di Gaza dan Founder International Networking for Humanitarian (INH) Muhammad Husein, Lc  dalam diskusi RMOL World View bertajuk
Aktivis Kemanusiaan di Gaza dan Founder International Networking for Humanitarian (INH) Muhammad Husein, Lc dalam diskusi RMOL World View bertajuk "Palestina Tidak Pernah Sendiri" (02/06/2021)
KOMENTAR

SEBUAH ide—yang sesungguhnya bukan ide baru sama sekali—mencuat seiring pertempuran 11 hari di Tepi Barat dan Gaza, Palestina. Ide itu adalah "two-state solution" alias solusi dua negara yang secara sederhana diartikan sebagai dua negara berdaulat yang hidup berdampingan.

Satu orang akan mendapatkan satu negara. Israel akan tetap menjadi negara Yahudi dan Palestina menjadi negara yang memiliki wilayah berdaulat. PBB dan Amerika Serikat termasuk yang mendukung solusi tersebut.

Namun solusi dua negara itu juga tidak mudah diwujudkan. Perbedaan tafsir garis perbatasan, perebutan kota Yerusalem, dan alasan keamanan menjadi beberapa di antara penyebabnya.

Terlebih lagi, meskipun telah didukung 138 negara anggota PBB untuk Palestina menjadi negara berdaulat pada tahun 2012, Israel tetap saja menolak keputusan tersebut dan terus melancarkan agresi ke Palestina.

"Two-state solution is not a (finish) solution. Bahkan gerakan moderat di Palestina pun mengatakan bahwa itu bukan solusi akhir melainkan solusi sementara. Kita pakai logika normal, itu bukan solusi melainkan strategi yang dimainkan Israel untuk mempertahankan hegemoninya di Palestina. Tidak masuk akal bila kita menyetujui two-state solution ini."

"Bagi warga Gaza atau Palestina secara umum, the only solution adalah semua pendatang itu keluar. Semua pemukim ilegal Yahudi harus kembali ke negara masing-masing. Tapi orang Yahudi yang sejak lama tinggal di Palestina itu tidak akan diganggu gugat, karena sejak dulu Palestina memang dihuni banyak masyarakat, banyak bangsa, dan tidak ada masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika terjadi ekspansi besar-besaran dari luar Palestina. Jutaan orang Yahudi masuk ke Palestina, menjarah rumah warga, mengusir warga. Sungguh tidak etis bila akhirnya, setelah warga Palestina diusir, dijarah rumahnya, kemudian ditawari two-state solution," tegas Aktivis Kemanusiaan di Gaza dan Founder International Networking for Humanitarian (INH) Muhammad Husein, Lc  dalam diskusi RMOL World View bertajuk "Palestina Tidak Pernah Sendiri", Rabu (02/06/2021).

Husein juga menjelaskan betapa perlakuan diskriminasi sangat terasa di antara warga Palestina dan para pendatang di wilayah Tepi Barat. Salah satunya adalah peraturan tentang senjata. Warga Palestina yang ketahuan membawa senjata tajam keluar rumah akan langsung dieksekusi mati. Sementara peraturan itu tidak berlaku bagi para pendatang Yahudi. Mereka justru diperbolehkan membawa senjata otomatis dengan alasan untuk membela diri.

Para pendatang juga banyak melakukan tindakan vandalisme di masjid atau rumah-rumah warga Palestina. Seorang polisi bermobil bahkan menabrak anak kecil 11 tahun hanya karena anak itu bersepeda sambil membawa bendera Palestina.

Lebih memprihatinkan lagi, serangan udara yang mayoritas menghancurkan rumah penduduk, bangunan apartemen, sekolah, beragam fasilitas pelayanan publik termasuk rumah sakit, juga menara yang digunakan para jurnalis internasional diklaim Israel sebagai "kesengajaan" Hamas yang membangun pusat operasional militer di tengah populasi sipil.

"Tudingannya adalah media-media tersebut mendukung Hamas. Padahal jika kembali ke pemahaman mendasar, Hamas bukan organisasi berbahaya (seperti yang dituduhkan Israel). Memang apa salahnya bekerja sama dengan Hamas? Bukankah negara-negara luar seperti Turki, Qatar, bahkan Amerika pun punya komunikasi langsung dengan Hamas?"

"Bukan lantas menjadi alasan untuk menghancurkan berbagai gedung pemerintahan dan gedung media karena berafiliasi dengan Hamas. Tidak bisa dipungkiri, Hamas adalah partai politik yang berkuasa di Gaza, jadi semua memang berkaitan dengan Hamas. Tidak hanya gedung media tapi juga pemerintahan kota dan sekolah. Apa yang tidak berhubungan dengan Hamas di Gaza? Jika semua yang berhubungan dengan Hamas dijadikan alasan untuk melegitimasi serangan, berarti semua orang pendukung Hamas boleh dihancurkan? Artinya tidak ada lagi orang yang tersisa di Gaza," kata Husein mengingatkan agar rakyat Indonesia tidak terkecoh dalih yang dinyatakan pihak Israel.

 




Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Sebelumnya

BMKG: Hujan Intensitas Ringan Hingga Lebat Berpotensi Guyur Sebagian Besar Wilayah di Indonesia Sepanjang Hari

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News