Foto: charity-matters.com
Foto: charity-matters.com
KOMENTAR

AMAL saleh bagi seorang Muslim sejatinya adalah sebuah candu. Kapan saja dan di mana saja, berbuat kebaikan pada hakikatnya menjadi kebutuhan rohani.

Sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim bisa menjadi sebab-musababnya, "Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, (yakinlah) bahwa Dia (Allah Swt.) menyaksikanmu."

Maka ketika kita sendirian dalam kamar yang kosong, memegang ponsel pintar dengan gerbang internet yang terbuka lebar, kita memastikan diri tidak hanyut dalam pengaruh buruk kemajuan teknologi digital.

Hati tidak tergoda untuk melihat aneka kemaksiatan yang tersaji bebas di dunia maya. Jari-jemari tidak tergerak untuk mengetik ujaran kebencian atau kalimat cemooh yang menghina kehidupan orang lain.

Pun demikian ketika kita berada di ruang publik. Kita senantiasa mencari 'celah' untuk bisa berbuat baik. Entah itu secara 'aktif' dengan membantu orang lain yang membutuhkan uluran tangan maupun secara 'pasif' dengan mematuhi peraturan dan undang-undang agar eksistensi personal kita tidak merugikan orang lain.

Intinya, kita selalu berusaha menjadi insan yang ihsan meski tak ada seorang pun melihat. Karena kita menyadari Allah senantiasa memperhatikan hamba-Nya.

Dalam surah Al-Mulk ayat 2, Allah berfirman, "Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya."

Siapa di antara manusia yang amal salehnya lebih baik dari yang lain? Kita tidak pernah tahu jawabannya. Tak ada yang mengetahui isi hati manusia saat berbuat kebaikan. Apakah di dalamnya semata berisi keikhlasan atau telah ternodai oleh setitik riya yang sangat sulit dihindari.

Karena itulah kita hendaknya mencandu kebaikan. Menggilai amal saleh. Kita hendaknya memelihara tekad kuat bahwa setiap detik haruslah bertujuan meraih ridha Allah.

Jangan mudah berpuas diri setelah selesai melakukan kebaikan. Jangan berdalih bahwa Allah melihat kualitas amal kita daripada kuantitas amal kita. Itu bukanlah pemikiran bijak karena kita tak tahu mana amal yang diterima dan mana yang tertolak.

Kita juga tak pernah tahu kapan maut akan menjemput, atau apakah esok hari kita masih bisa menggerakkan seluruh anggota tubuh kita untuk menjalani kehidupan seperti biasa.

Perbuatan baik insya Allah menjadi jaminan untuk kebaikan kita di akhirat kelak. Itu kiranya yang menjadi motivasi agar kita tak mudah merasa lelah untuk menjemput lillah.

Kita hendaknya meyakini bahwa kekuatan fisik yang berkurang, pikiran yang terkuras, juga harta benda yang digunakan di jalan Allah akan menjadi penghiburan bagi kita di akhirat nanti.

Semua akan menjadi saksi bahwa kita mengerahkan segenap yang kita miliki untuk berbuat kebaikan, lagi dan lagi. Semua menjadi saksi akan kerasnya tekad kita menjadi hamba yang tak pernah puas dalam mendekatkan diri kepada Allah melalui kebaikan demi kebaikan.

Jika belum mencandu kebaikan, mencandulah. Sebelum kita merugi.

 

 

 




Memahami Faedah Bertawakal untuk Membebaskan Diri dari Penderitaan Batin

Sebelumnya

Menjadi Korban Cinta yang Salah

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur