Aktivis perempuan di Gaza Afaf Al-Najjar dalam webinar yang diselenggarakan oleh HIMAHI UIn SYarif Hidayatulah Jakarta/Farah
Aktivis perempuan di Gaza Afaf Al-Najjar dalam webinar yang diselenggarakan oleh HIMAHI UIn SYarif Hidayatulah Jakarta/Farah
KOMENTAR

GEJOLAK hubungan antara Israel dan Palestina, terutama terkait dengan serangan yang terjadi pertengahan Mei lalu, bukanlah konflik, melainkan okupansi atau pendudukan.

"Orang di seluruh dunia bilang bahwa apa yang terjadi di Palestina adalah konflik antara Israel dan Palestina. Padahal kami warga Palestina tidak merasa ini adalah konflik, melainkan agresi, pendudukan, pembersihan etnis dan perjuangan Palestina," ujar aktivis perempuan di Gaza Afaf Al-Najjar dalam program webinar bertajuk "Menelisik Hubungan Israel-Palestina: Eskalasi Konflik di Levant Region" yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional (HIMAHI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, bekerjasama dengan sejumlah lembaga lainnya pada Rabu malam (26/5). 

Dia menekankan bahwa untuk bisa lebih memahami apa yang sebenarnya terjadi di Palestina, penting untuk terlebih dahulu  memahami bahwa pada dasarnya, apa yang terjadi antara Palestina dan Israel bukanlah konflik.

"Bertahun-tahun banyak pihak mengatakan inni adalah konflik. Kita terus berjuang untuk mengubah terminologi ini agar orang-orang bisa lebih akuntabel memahami hal ini," sambungnya. 

Dalam kesempatan yang sama dia menceritakan soal serangan terbaru yang dilancarkan secara membabi buta oleh Israel ke Jalur Gaza.

"Mereka (Israel) membunuh orang-orang tidak berdosa, menyerang bank, sekolah, restauran, kafe, universitas dan bahkan infrastruktur umum," ujarnya. 

Hal itu menyebabkan situasi semakin parah. Karena serangan tersebut, lebih dari 200 orang meregang nyawa di sisi Palestina. Sekitar 66. di antaranya adalah anak-anak. Di samping itu, lebih dari 1.000 orang lainnya juga terluka. 

Tidak sampai di situ, serangan terbaru Israel juga membuat jaringan listrik pun banyak yang terputus di Gaza. Akibatnya, pasokan air bersih pun terbatas, serta listrik hanya bisa dinikmati selama sekitar tiga jam setiap harinya.

"Kita kehabiasan air, karena tidak ada listrik untuk hidupkan generator atau pompa air," tandasnya.




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News