Ketulusan dalam menghormati memang agenda yang teramat penting dan tindakan penghormatan itu merupakan bagian dari tuntunan agama/ Net
Ketulusan dalam menghormati memang agenda yang teramat penting dan tindakan penghormatan itu merupakan bagian dari tuntunan agama/ Net
KOMENTAR

IBU tersebut bagaikan bintang Kejora. Karir dengan cepat melejit, hingga lekas bertahta sebagai kepala kantor. Ada rahasia di balik setiap cerita sukses. Secara terbuka dirinya berkenan berbagi resep kesuksesan, “Kita memang harus berpandai-pandai ke atas!” Apa maksudnya ya?

Dalam sebuah rapat besar-besaran, ibu kepala kantor itu dapat giliran bicara. Dia sedikit saja menyampaikan materi, tapi lebih banyak menghabiskan waktu untuk menghormati. Dia berkata panjang lebar, “Yang terhormat... Yang terhormat... Yang terhormat...”

Pokoknya seluruh pejabat disebutnya satu per satu sebagai orang yang terhormat. Tidak lupa diuraikan pula jasa-jasa masing-masing orang tersebut yang telah memperhatikan kantornya. Puja-puji itu berlangsung lama dan dipandangnya bagian dari menghormati. Toh, bapak-bapak dan ibu-ibu itu teramat senang disanjung-sanjung.

Bagaimana sikap ibu kepala kantor terhadap anak buahnya? Di depan matanya para pegawai tersenyum, di belakang mereka malah mencibir. Bukan hanya sikapnya yang kasar, ibu kepala kantor juga termasyhur karena memimpin dengan tangan besi. Tetapi tidak semuanya buruk pada kepribadiannya, buktinya dia pandai menghormati, tapi ya pilih-pilih orang sih!

Ketulusan dalam menghormati memang agenda yang teramat penting dan tindakan penghormatan itu merupakan bagian dari tuntunan agama. Atas dasar apa kita menghormati? Sejatinya bukan karena jabatan, kedudukan, keturunan atau kekayaan, melainkan karena dirinya adalah manusia. Itu saja!

Suatu ketika lewat rombongan yang mengusung keranda jenazah. Nabi Muhammad Saw. berdiri demi menghormati mayat tersebut. Tetapi sahabatnya menegur, “Wahai Rasulullah, yang lewat itu jenazah adalah Yahudi!”

Sambil tetap berdiri dengan sikap penuh penghormatan Nabi Muhammad mengemukakan alasan, “Bukankah dirinya manusia?”

Jangankan dalam hidupnya, bahkan dalam kematiannya setiap manusia sepatutnya tetap diberikan penghormatan yang layak. Demikianlah, tulusnya penghargaan dan perlindungan Islam terhadap hak-hak asasi manusia jauh sebelum piagam Magna Charta, yang disebut sebagai induk hak asasi manusia atau HAM, dikukuhkan pada tahun 1215.

Rachmat Djatnika menerangkan prinsip ini berkaitan dengan kehormatan manusia (karamah insaniyah), yaitu kehormatan yang diberikan kepada manusia seperti dinyatakan dalam berbagai ayat Al-Qur'an dan hadis Nabi. Kehormatan tersebut tidak terbatas pada satu ras saja, dan tidak pula bagi suatu bangsa tertentu, melainkan semua manusia. Manusia mempunyai hak dan kedudukan yang sama dalam kehormatan itu.

Dan sudah sewajarnya dan sepantasnya kita mendapatkan penghormatan, karena itu merupakan bagian dari tanda syukur atas karunia dari Tuhan. Tidak seorang pun yang boleh merendahkan dan menista diri kita, karena Allah telah memuliakan penciptaan manusia.

Kita memang berhak mendapatkan penghormatan, tetapi jangan pernah gila hormat. Jadikanlah diri kita terhormat disebabkan budi pekerti yang luhur, agar diri selamat dari penghormatan palsu, yang mana orang akan tersenyum di bibir tetapi mencibir di hati. Dan cara yang paling manjur agar dihormati adalah dengan terlebih dahulu pandai menghormati.

Ada pepatah Arab mengatakan, kama tadin tudan, maksudnya, sebagaimana kamu memperlakukan orang, begitu pula orang akan memperlakukan dirimu. Berilah penghormatan, maka orang akan memuliakan dirimu. Curahkanlah cinta, maka orang akan mengagungkan kehormatanmu.

Hari itu Nabi Muhammad mengedarkan pandangan, karena merasa ada yang lain dari biasanya, seperti ada yang kurang. Kemudian Rasulullah bertanya, “Mana perempuan yang biasa menyapu masjid?”
Para sahabat terkejut, perempuan itu bukanlah orang penting, kulitnya hitam, tua dan tidak berharta pula. Salah seorang berkata, “Dia telah wafat beberapa waktu yang lalu.”

Nabi Muhammad kecewa karena tidak ada yang mengabari beliau tentang berita duka tersebut. Rasulullah bergegas mendatangi makamnya dan mendoakan serta hendak memberikan penghormatan terakhir.

Sesampainya di kubur Rasul mengatakan, “Kuburan ini sungguh sangat gelap bagi penghuninya, Allah akan menyinari bagi mereka dengan shalatku.” Kemudian, Rasulullah melaksanakan shalat ghaib untuk jenazah tersebut. (HR. Ibnu Majah)

Aidh al-Qarni dalam buku La Tahzan: Jangan Bersedih menerangkan, bahwa  seorang perempuan kulit hitam yang menyapu masjid Rasulullah telah memainkan perannya dalam kehidupan. Dan, dengan peran yang dimainkan itu dia masuk surga.

Begitulah cara Islam dalam menghormati, dimana setiap manusia adalah sama; sama pentingnya, sama mulianya, sama derjatnya, dan sama-sama berkesempatan masuk surga-Nya.

 




Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Sebelumnya

Ya Allah, Aku Belum Pernah Kecewa dalam Berdoa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur