Ilustrasi vaksin covid-19/ Net
Ilustrasi vaksin covid-19/ Net
KOMENTAR

PEMERINTAH Indonesia berencana akan memulai vaksinasi Covid-19 pada akhir tahun ini. Ada tiga kandidat vaksin yang akan masuk pada November mendatang, yaitu Sinovac, Sinopharm, dan Casino. Begitu disampaikan Staf Ahli Menteri Kesehatan Alexander Kaliaga Ginting.

Sayangnya, muncul berbagai mitos yang menjadi penghambat proses vaksinasi. Dokter Spesialis Anak dari Yayasan Orangtua Peduli Sindhu Kresnawati mengakui, mitos ini sudah ada sejak dulu.

"Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengakui bahwa satu dari 10 ancaman kesehatan global adalah keraguan orang atas vaksin," kata Windhi dikutip dari laman resmi Satgas Penangan Covid-19.

1. Mitos: Anak yang diimunisasi tetap bisa sakit

Memang, anak tetap bisa sakit. Namun menurut Windhi, meski anak mengalami sakit, tingkat keparahannya sangat ringan. Mereka akan terhindari dari kecacatan dan kematian.

"Dan jangan lupa, kalau tidak diimunisasi dan sakit, berterima kasihlah kepada orang yang diimunisasi. Karena itulah herd immunity. Ketika kita berada di tengah orang-orang yang sakit, kita tidak terjangkit penyakit," ujar dia.

2. Mitos: Vaksin memiliki zat berbahaya

Vaksin yang sudah diproduksi massal memenuhi syarat aman, efektif, stabil, dan efisien dari segi biaya. Artinya, tidak ada kandungan zat berbahaya dan terbukti aman.

"Setelah dinyatakan aman, dipakai masyarakat di bawah monitoring BPOM. Satu saja ada temuan efek samping yang tidak diinginkan, itu bisa ditarik dan biasanya muncul di fase awal," paparnya.

3. Mitos: Vaksin sebabkan autisme

Mitos ini sudah ada sejak dulu dan kembali ditegaskan Windhi bahwa tidak ada kaitan vaksinasi terhadap autisme pada anak. Thimerosal merupakan salah satu kandungan vaksin yang sering dituduh memicu autisme. Karena kandungan ini berfungsi sebagai pengawet.

Amerika Serikat pernah menghapus thimerosal karena mitos tersebut. Tapi faktanya, setelah dihapus angka autisme di Negeri Paman Sam ini tidak juga turun.

"Jadi jangan termakan hoaks dengan thimerosal penyebab autisme. Banyak sekali penelitiannya dan mudah mencarinya di internet," tegas Windhi.

4. Mitos: Vaksin mengandung sel janin aborsi

Virus memang perlu inang berupa sel hidup untuk bertahan dan berkembangbiak. Dalam pembuatan vaksin, virus memang akan menginfeksi sel hidup itu dan diproduksi berulang-ulang selama bertahun-tahun dengan meninggalkan selnawal. Sedangkan yang diambil sebagai komponen vaksin adalah bagian dari virus atau virusnya sendiri.

"Mitos itu ada pada tahun 1960-an, dimana digunakan secara legal untuk membuat vaksin dan itu sekali saja proses yang terjadi. Lantas apakah dalam vaksin ada sel janin? Jawabannya hanya ada hasil produksinya, yaitu berupa virusnya saja," jelas dia.

5. Mitos: Penyakit yang sudah ada vaksinnya, tak perlu vaksinasi lagi

Banyak riset menunjukkan bahwa penurunan angka vaksinasi memicu kenaikan penyakit spesifik yang dilawan vaksin tersebut. Hal ini pernah terjadi di Indonesia pada akhir 2017. Awalnya wabah difteri terjadi di Jawa dan merambah ke Sumatera. Akhirnya pemerintah memutuskan untuk melakukan imunisasi nasional dan menggratiskan imunisasi difteri hingga usia 19 tahun.

"Di AS terjadi pada 2018, angka imunisasi turun dan muncul lagi. Polio sempat muncul di Papua, padahal kita pernah dapat bendera bebas polio dari WHO. Campak rubella masih mengancam karena hoaks ini. Jadi hati-hati, kalau angka mulai turun dan kita hadapi wabah ini sangat menderita," ucapnya.

6. Isu halal-haram vaksin

Isu ini hanya terjadi di Indonesia. Di Timur Tengah dengan negara yang juga mayoritas muslim, pro kontra terhadap kehalalan vaksin tidak terjadi. Semua masyarakat duniapun sepakat, vaksin itu penting.

"Peserta haji saja wajib divaksin. Makanya saya bilang lucu, kenapa di kita saja. Ini pemicunya ada Trypsin yang dipinjam dari enzim babi untuk hasilkan panen yang baik supaya dapat komponen vaksin," kata dr Windhi.

Namun yang perlu dipahami, tidak ada bagian babi yang masuk dalam vaksin. Enzim akan dimurnikan kembali sehingga komponen perantaranya tidak ikut masuk vaksin. Seperti dikutip dari detik.com.

"Seandainya tetap tidak mau lantaran bersinggungan, kita merujuk negara lain yang mayoritas muslim dan MUI yang sudah sampaikan halal. Untuk kebaikan dan dalam keadaan mencegah penyakit yang lebih berat dan berbahaya, vaksin halal," tegasnya.




Manfaat Kesehatan Air Lemon untuk Bantu Wujudkan Berat Badan Proporsional

Sebelumnya

8 Langkah Cegah Kerontokan Rambut Saat Puasa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Health