Ada kebahagiaan yang tak bisa dinilai dengan harta ketika kita tak pelit berbagi pada sesama/ Net
Ada kebahagiaan yang tak bisa dinilai dengan harta ketika kita tak pelit berbagi pada sesama/ Net
KOMENTAR

BAKHIL sama dengan kikir alias pelit. Orang yang bakhil mungkin bisa mengaku bahagia. Tapi pada kenyataannya, dia dijauhi sesama manusia.

Bakhil bukanlah hemat. Seseorang yang berhemat artinya dia mengukur kemampuan dirinya dengan memanfaatkan apa yang dia punya untuk bisa hidup layak tanpa berlebihan.

Bakhil adalah 'penyakit'. Ketika seseorang tidak bisa merasakan kebahagiaan dengan berbagi kepada sesama, maka ada masalah pada hatinya. Karena sejatinya, secara naluriah, nurani manusia pasti merasa bahagia ketika mampu menolong sesama.

Fitrah manusia adalah baik. Ketika manusia merasa buruk untuk berbuat baik, maka sama saja ia melenceng dari fitrahnya.

Syaitan dengan mudah bisa menghasut manusia. Betapa sering kita dihinggapi perasaan bahwa "kita berhak bahagia" atau "kita berhak menikmati jerih payah kita" atau "kita berhak hidup enak" hingga menutup mata terhadap kesulitan yang dialami orang-orang di sekitar kita.

Syaitan membenarkan tindakan kita untuk menjadi bakhil. Orang yang susah dan meminta bantuan adalah mereka yang tidak mau berusaha—tidak perlu dibantu, begitu ucapan syaitan yang kerap mengisi relung hati kita.

Atau suatu saat kita pernah bersedekah. Jumlahnya tidak sampai 10 persen dari pemasukan kita setiap bulan. Tapi kita jumawa bukan kepalang. Merasa paling dermawan. Paling peduli terhadap orang miskin. Padahal hanya satu kali kita bederma. Dan kita tak malu terus mengungkitnya.

Sungguh memalukan.

"Tidak ada satu hari pun dilalui setiap hamba pada pagi hari kecuali ada dua malaikat turun, dan berkatalah salah satu dari keduanya: Ya Allah, berilah orang yang suka menginfakkan hartanya berupa ganti (dari harta yang telah ia infakkan tersebut), lalu berkatalah malaikat yang lain: Ya Allah, berilah orang yang kikir kebinasaan (harta yang dimilikinya)." (H. R. Bukhari dan Muslim)

Sifat bakhil memang tak bisa disembunyikan. Sikap itu tergambar dari tindak-tanduk kita sehari-hari. Sama halnya dengan sifat seorang penderma. Tergambar dari interaksinya dengan segala lapisan masyarakat, tanpa canggung berbaur dan membantu sesama. Menolong sebisanya.

Tak ada uang banyak, penderma menyisihkan sedikit. Ketika uang hanya cukup untuk kehidupan sendiri, bederma bisa dalam bentuk pikiran dan tenaga. Intinya adalah tidak pelit memberi.

"Orang yang bakhil jauh dari Allah, jauh dari surga, dan jauh dari manusia." (H. R. Tirmidzi)

Mari meresapi makna hadis di atas agar kita secepatnya menghapus sifat bakhil yang mungkin terselip di dalam hati. Apakah kita rela menjauh dari Allah hanya gara-gara harta yang tidak akan kita bawa ke akhirat nanti?

Ada "barakah" yang akan menjadikan harta kita lebih suci dan lebih mencukupi hidup manakala kita menyedekahkannya secara rutin. Dan ada kebahagiaan yang tak bisa dinilai dengan harta ketika kita tak pelit berbagi pada sesama. Percayalah, hidup kita akan jauh lebih indah dengan menjauhi sifat bakhil.

Ingin dekat kepada manusia, kepada surga, dan kepada Allah? Jangan bakhil. Jangan pelit.

 




Hubbu Syahwat

Sebelumnya

Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur