Kita bisa menanti tanpa harus mematikan hati. Kita masih bisa menunggu tanpa harus menutup mata/ Net
Kita bisa menanti tanpa harus mematikan hati. Kita masih bisa menunggu tanpa harus menutup mata/ Net
KOMENTAR

STATUS single bagi perempuan berusia 20-an hingga 30-an kerap menjadi momok. Mungkin diri kita sendiri sebenarnya tidak terlalu memusingkan hal itu. Namun ‘suara berisik’ dari keluarga besar, teman-teman, dan lingkungan sekitar lambat laun mulai mengganggu pikiran hingga kita jengah dengan diri sendiri dan mulai mengutuk hidup.

Setiap orang tentulah memiliki harapan dan impian dalam hidup ini. Tapi jika itu menyangkut jodoh, maut, dan rezeki, tak ada satu manusia pun bisa menjaminnya karena semua itu adalah rahasia Allah.

Ada sebagian kita yang merasa terganggu dengan komentar orang lain. Bagaimana tidak, orang dengan mudah melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang menyakitkan hati, menghakimi, bahkan menuduh yang tidak-tidak. Ketika kita tidak mampu mengontrol emosi, bukan tak mungkin status single membuat kita menjadi perempuan yang tidak percaya diri hingga berdampak buruk terhadap kualitas hidup dan hubungan kita dengan orang lain.

Ketika angka-angka mulai berlalu…24, 27, 29, 31, dan seterusnya….optimisme yang tadinya membuncah, kini hampir tak bersisa. Beragam rasa bercampuk aduk. Malu, merasa tidak menarik, merasa ada yang salah dengan diri. Kita mulai menarik diri, memilih asyik dengan diri sendiri, kalau perlu ‘tenggelam’ dengan diri sendiri. Bekerja dari pagi hingga malam lalu sibuk menonton film favorit di kamar. Kita berdalih: Aku mampu hidup sendiri.
 
Ada juga di antara kita yang pontang-panting mencari teman sejiwa. Kita berpikir jika tidak berusaha, bagaimana akan mendapatkan apa yang kita inginkan. Maka kita ‘membuka’ diri lebar-lebar. Berusaha menarik hati lawan jenis. Meminta keluarga dan teman mengenalkan kita pada sosok baik yang bisa menjadi imam di masa depan. Berulang kali membangun hubungan. Kandas pula berkali-kali, tapi tidak jera. Lebih baik patah hati sekarang daripada nanti pernikahan kandas di tengah jalan, itu prinsip kita.

Jika kita mau jujur, manakah yang lebih menenangkan? Berdiam atau tidak bisa diam?

Perempuan adalah makhluk mulia. Maka sebaiknya kita bisa memuliakan diri meski kita belum menemukan jodoh dan menikah. Kita bisa menanti tanpa harus mematikan hati. Kita masih bisa menunggu tanpa harus menutup mata.

Lihatlah lebih dekat. Lihatlah lebih teliti. Tidak ada satu nikmat pun yang terlepas dari kita meski kita belum bertemu pasangan jiwa. Kesehatan yang menaungi. Indera yang masih berfungsi dengan baik. Karir yang semakin meningkat dan memacu kita menjadi sosok profesional. Waktu luang yang diisi dengan kajian agama dan webinar. Dan yang jelas-jelas ada di depan mata: orangtua, kakak dan adik, serta sahabat yang yakin pada kebaikan diri kita dan mendukung keputusan kita.

Mari menikmati hari-hari berstatus single dengan senyum tanpa henti. Kita bisa melakukan berbagai petualangan yang memperkaya batin dan cakrawala kita. Kita harus bisa memanfaatkan waktu untuk menemukan jawaban atas berbagai pertanyaan yang memenuhi benak kita selama ini. Kita meresapi hakikat eksistensi kita di dunia hingga akhirnya bisa menyadari siapa kita dan apa peran kita dalam hidup ini.

Kita memang menanti, tapi bukan berarti melupakan karunia lain yang Allah limpahkan pada kita. Kita bisa mencontoh jam dinding. Meskipun tak ada yang melihat, jam dinding tetap berdetak setiap detik untuk menunjukkan waktu. Maka kita sebagai perempuan mulia semestinya tak henti memantaskan diri sebagai hamba-Nya yang terbaik. Mari terus menyempurnakan diri dengan menciptakan kebahagiaan kita sendiri.

Jika belum sabar, kita belajar menjadi penyabar. Jika mudah marah, kita belajar mengendalikan emosi. Jika belum bisa menjadi bermanfaat bagi sesama, kita belajar memupuk empati dan belajar bahagia dengan jalan membahagiakan orang lain. Jika belum menjadi pribadi religius, kita belajar konsisten beribadah dan belajar mendekat kepada Sang Khalik.

Jika kita belum bisa memasak, kita mulai mengintip jutaan resep masakan untuk pemula yang berseliweran di internet. Jika merasa belum pantas menjadi ibu, kita bisa bergabung dengan komunitas parenting bagi para ibu dan calon ibu untuk bisa mengenal dan memaknai indahnya kehidupan keluarga. Belajar, belajar, dan belajar dengan cara yang menyenangkan dan menyehatkan jiwa.

Kita menanti dengan mengisi hidup sepenuh-penuhnya. Menanti dengan memperkuat keimanan, kekuatan hati, dan ketangguhan mengatasi kesulitan hidup. Menanti tidak dengan air mata, tidak dengan penyesalan, tidak dengan teriakan sinis terhadap kejulidan orang lain. Kita menanti tanpa mesti menyesali nasib dan menyalahkan diri sendiri.

Ketika kita menanti dengan tetap berdaya, kita menanti dengan tetap bersyukur, dan kita menanti dengan hati ‘terbuka’, insya Allah pilihan dari-Nya menanti kita.

 




Hubbu Syahwat

Sebelumnya

Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur