dr. Tirta Mandira Hudhi/ Net
dr. Tirta Mandira Hudhi/ Net
KOMENTAR

SEJAK Covid-19 melanda Indonesia, nama dr Tirta muncul ke permukaan dan ramai diperbincangkan. Tidak hanya celotehannya yang terkenal blak-blakan, nyeleneh, tapi juga aksi sosialnya yang patut diacungi jempol.

Pemilik nama lengkap Tirta Mandira Hudhi ini adalah seorang dokter lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Sayangnya, gelar tersebut hanya dipakainya hingga 2018. Selanjutnya, dr Tirta memilih fokus ke bisnis, yakni sepatu.

Penampilan eksentrik, nyentrik, dan ucapannya yang to the point, menjadi ciri khas dr Tirta. Tapi di balik itu semua, ada kisah perjalanan hidup yang menarik dari dirinya.

Pria yang pernah mendapat tawaran belajar S2 ke Belanda dan Jerman itu terlahir dari keluarga yang memiliki keyakinan berbeda. Ayahnya seorang muslim, dan ibunya non muslim.

"Bapak saya bukannya tidak meminta saya untuk menjadi muslim, tapi karena ibu saya sendiri, saya jadinya belajar dua agama. Kalau Jumat saya ikut shalat Jumat, dan setiap Minggu saya ikut Sekolah Minggu. Waktu itu dipikiran saya, kalau saya belajar dua agama itu maka peluang saya masuk surga menjadi lebih besar," kisah dr Tirta saat sharing session di acara Muslimah Creative Streaming Festival Volume 2: Why Should Islam, yang ditayangkan live oleh channel YouTube Scarf Media, Minggu (28/6).

Saat kuliah di UGM, peluang dr Tirta mendapatkan ilmu tentang Islam semakin besar. Di sana ia belajar toleransi.

Dan saat sang bapak pergi umroh, ia tidur dan terbangun jam 3 sore. Saat itu, ia mendapatkan mimpi di angkat ke atas dan ada dua malaikat. Para malaikat itu menyuruhnya pergi ke rumah hijau yang di sana ada 9 orang yang memakai sorban. Lalu di sana ia juga melihat sebuah keranda terbang dan di dalamnya ada seseorang yang wajahnya tidak bisa dilihat lantaran keluar sinar terang.

"Singkat cerita, bapak saya pulang umroh dan selama lima hari berturut-turut saya mendengar suara adzan. Nah pada 2013 saya memutuskan untuk mualaf dan menikahi seorang dokter. Sayangnya pernikahan saya tidak berjalan lancar, saya divorce karena kesalahan saya sendiri," kenang bapak dua orang anak ini (4 dan 2 tahun).

Saat memutuskan untuk memeluk Islam, dr Tirta bermaksud ingin menghapus tato yang dimiliki. Namun niatnya itu dilarang oleh para alim ulama yang dikenalnya. Menurut para kyai, tato-tato tersebut sebaiknya tidak dihapus, karena itu akan menjadi ladang dakwah.

Dan hasilnya luar biasa. Ia mampu membawa teman-temannya yang non muslim dan bertato untuk dengan benar menjadi seorang muslim.

"Ikhlas adalah nilai Islam yang sampai saat ini terus saya pelajari, karena itu adalah hal paling sulit dan paling berat. Karenanya saya minta kepada para muslim untuk tetap istiqomah, tetaplah ingat kepada Allah meskipun kamu dalam keadaan senang maupun susah. Jangan lupakan tanggung jawab terhadap keluarga dan teruslah berusaha sebagai muslim yang baik," saran dia.

 




Universitas Mercu Buana Sumbang Dua Sumur Resapan di Masjid At Tabayyun

Sebelumnya

Didukung Jago Syariah, Halal Fair 2024 Siap Melejitkan Pasar Produk Halal Yogyakarta

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel C&E