Ilustrasi, Aurel Hermansyah saat mengandung putri keduanya/Instagram
Ilustrasi, Aurel Hermansyah saat mengandung putri keduanya/Instagram
KOMENTAR

SEORANG Perempuan pengasuh Ibrahim, putra Rasulullah Muhammad Saw, bertanya, “Wahai Rasulullah, Tuan telah memberi kabar baik kepada kaum wanita?” Rasulullah lalu bersabda, “Apakah teman-teman wanitamu mengipasimu untuk bertanya demikian?" Jawabnya, “Benar, mereka menyuruhku berbuat begini.”

Lalu sabda beliau, “Tidaklah seorang wanita di antara kalian ini senang bila hamil dari benih suaminya dan ia pun rida dengan keadaannya itu, maka ia mendapat pahala sama dengan pahala seorang prajurit laki-laki yang berpuasa ketika berada di jalan Allah Azza wa Jalla.”

“Jika wanita tersebut melahirkan, maka ia menjadi penyejuk mata yang tidak dirasakan betapa besar rasa bahagia itu oleh penghuni langit dan bumi." (HR. Ibnu Atsir).

Ya, fitrah seorang perempuan yang mencakup peran pentingnya dalam melahirkan anak menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kodratnya. Pesan ini tercermin dalam dialog antara seorang Perempuan dengan Nabi Muhammad Saw. Dalam dialog tersebut terungkap kebijaksanaan dan keutamaan fitrah Perempuan yang melahirkan anak.

Ahmad Sarwat pada Ensiklopedi Fikih Indonesia: Pernikahan (2019: vii) menjelaskan, pernikahan menjamin eksistensi manusia. Karena itulah Allah Swt mensyariatkan institusi perkawinan, yang tujuannya selain sebagai penyaluran hasrat biologis dan psikologis juga berfungsi utama sebagai penjamin dari keberlangsungannya peradaban umat manusia umumnya dan kelanggengan suatu ras atau bangsa.

Sepanjang sejarah umat manusia, kita menemukan banyak suku-suku primitif yang tidak berpakaian, tidak punya produk seni, atau masih kanibal dan memakan daging manusia. Namun, kita tidak pernah menemukan adanya suku tertentu yang tidak mengenal lembaga perkawinan atau yang tidak berketurunan. Sebab pada hakikatnya, pernikahan dan berketurunan merupakan insting yang paling asasi dalam kehidupan umat manusia.

Dalam perjalanannya, peran wanita dalam masyarakat mengalami perkembangan yang signifikan. Perempuan modern tidak hanya terbatas sebagai ibu rumah tangga, tetapi juga mengambil bagian berbagai bidang kehidupan. Di tengah transformasi ini, muncul fenomena mengejutkan yang patut dicermati, bahwa sebagian Perempuan menolak berketurunan.

Apa yang menjadi penyebab fenomena ini dan bagaimana dampaknya terhadap individu serta masyarakat?

Salah satu faktor utamanya adalah perubahan persepsi terhadap peran tradisional Perempuan, yaitu semakin menghargai hak-hak individu mereka, termasuk hak untuk menentukan sendiri arah kehidupan tanpa adanya tekanan untuk menjadi ibu.

Pendidikan yang semakin merata dan kesempatan berkarir yang lebih luas memberikan Perempuan pilihan yang lebih banyak dalam mengembangkan diri mereka, tidak hanya terbatas pada peran sebagai ibu.

Pemikiran untuk menyeimbangkan antara karir yang sukses dan tanggung jawab sebagai orang tua seringkali membuat beberapa Perempuan memilih untuk fokus pada pencapaian profesional mereka tanpa harus mempertimbangkan peran sebagai ibu.

Sebagian Perempuan juga mengacu pada isu-isu lingkungan sebagai alasan menolak berketurunan. Beberapa Perempuan merasa bahwa membatasi pertumbuhan populasi dapat menjadi langkah yang bertanggung jawab untuk menjaga keberlanjutan planet ini.

Keputusan itu tentu saja memiliki dampak kompleks, baik pada dirinya sendiri maupun masyarakat secara keseluruhan. Secara pribadi, ia dapat mengalami pemenuhan diri melalui pencapaian profesional dan eksplorasi diri yang lebih bebas. Di sisi lain, masyarakat mungkin dihadapkan pada tantangan demografis, seperti penurunan angka kelahiran yang dapat berdampak pada dinamika sosial dan ekonomi.

Dalam suat an-Nahl ayat 72, Allah Swt berfirman:

“Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri, menjadikan bagimu dari pasanganmu anak-anak dan cucu-cucu, serta menganugerahi kamu rezeki yang baik-baik.”

Ayat ini menegaskan bahwa di antara tugas manusia adalah berketurunan, sehingga kaum perempuan hendaknya tidak mengabaikan amanah melahirkan generasi penerus atas alasan apapun.

Peran alamiah perempuan ini tidak boleh diingkari, melainkan harus dipahami sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Fitrah perempuan dalam melahirkan keturunan hendaknya membawa kebahagiaan, keutamaan, dan keberkahan yang melibatkan seluruh alam semesta.




Hubbu Syahwat

Sebelumnya

Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur