Para pembicara dalam pertemuan SEAWPM dengan PP Muhammadiyah, beberapa waktu lalu/Ist
Para pembicara dalam pertemuan SEAWPM dengan PP Muhammadiyah, beberapa waktu lalu/Ist
KOMENTAR

PERWAKILAN Southeast Asia Women Peace Mediators (SEAWPM) melakukan kunjungan ke kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah Jakarta. Mereka menghagai kontribusi signfikan Muhammadiyah dalam melakukan promosi perdamaian dan pembangunan sosial ekonomi di Indonesia dan luar negeri.

SEAWPM adalah sebuah platform perempuan Asia Tenggara yang berpengalaman dalam mediasi, negosiasi dan fasilitasi proses perdamaian.  Platform ini dibentuk oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada 2020 karena melihan adanya kekayaan pengalaman dan kepemimpinan perempuan di Asia, walaupun pada kenyataannya terjadi kesenjangan keterwakilan perempuan di posisi-posisi kunci dalam proses perdamaian, mediasi dan perundingan formal.

Perwakilan SEAWPM diterima langsung oleh Ketua dan Sekretaris Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional Pimpinan Pusat Muhammadiyah (LHKI-PPM), Imam Addaruqutni dan Yayah Khisbiyah.

Delegasi SEAWPM terdiri dari 4 figur perempuan, yaitu Dr Emma Leaslie seorang berkebangsaan Australia-Kamboja, Prof Miriam Coronel-Ferrer dari Filipina, dan Shadia Marhaban serta Adelina Kamal dari Indonesia.

Dalam pertemuan itu, SEAWPM tertarik menjajaki peluang kolaborasi, bertukar ide, dan mengambil manfaat dari pengalaman Muhammadiyah. Apalagi Muhammadiyah merupakan organisasi modern Islam tertua di Indonesia yang telah dikenal luas melalui komitmen Muhammadiyah dalam membina perdamaian dan mendorong perubahan positif di dalam maupun wiayah mancanegara.

Yayah menegaskan, kerja sama dengan SEAWPM akan memberi dampak signifikan dalam menciptakan transformasi sosial yang berkelajutan di kawasan Asia Tenggara maupun Asia.

Fokus pada pembahasan proses perdamaia di Filipina Selatan yang difasilitasi oleh International Contact Group (ICG), di mana Muhammadiyah menjadi salah satu anggota inti bersama lembaga lain seerti Sant’Egidio di Roma dan Asian Reconciliation Resources, di mana Emma dan Miriam Coronel-Ferrel sebagai coordinator.

Forum diskusi ini juga membahas konflik panjang yang terjadi di Myanmar, Afganistan, dan Palestina, serta dampaknya bagi perempuan dan anak-anak. Di sini, Yayah merekomendasikan agar fokus Education for Women diperluas menjadi Education for All, terutama untuk di Afganistan dan Palestina yang sangat kompleks.

Hadir dalam pertemuan tersebut perwakilan MDMC, Pimpinan Pusat Aisyiyah, PP Nasyiatul Aisyiyah, Majelis DIKTILITBANG PPM, da beberapa aktivis HAM.




Paviliun Smart Taipei Green Innovation Promosikan Manajemen Pintar dan Solusi Berkelanjutan

Sebelumnya

Dibuka dengan Megah, TAIWAN EXPO 2024 Suguhkan Pengalaman Dunia Inovasi Serta Promosi Peluang Bisnis dan Perdagangan Bilateral Taiwan-Indonesia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel C&E